REVIU KRITIS
STANDAR AUDIT 260:
Berkomunikasi
atau Bermusyawarah?
Oleh:
Muhajir R. Hakim
(Emerha)
NIM:
16 919 029
Universitas
Islam Indonesia, Yogyakarta
www.muhajirhakim.blogspot.co.id
Abstrak
Permasalahan/tujuan – Artikel ini
membahas tentang reviu kritis terhadap SA 260 yang mengatur tentang komunikasi
dengan pihak yang bertanggungjawab atas tatakelola. Permasalahan yang dibahas adalah tidak
relevannya tingkat materialitas yang sudah ditentukan terlebih dahulu jika ada
temuan yang material yang telah ditemukan harus dikomunikasikan dengan TCWG.
Tujuan dari reviu ini untuk memberikan masukan kepada IAPI agar SA ini selalu
mendapat masukan dan menjadi perhatian untuk kembali merevisi standar audit sesuai
situasi terkini agar dapat diterapkan sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.
Pembahasan – Hasil reviu
kritis menyimpulkan bahwa kesempatan yang diberikan
kepada manajemen setelah dikomunikasikan dengan TCWG untuk melakukan perbaikan,
apalagi jika harus me-restatement
atau memperbaiki kembali laporan keuangan termasuk mengembalikan semua bentuk
penyelewengan merupakan bentuk tidak independensinya auditor. Ini merupakan
peluang transaksional yang bisa dimainkan antara auditor dengan TCWG, sehingga
dikhawatirkan semua klien nanti akan melakukan tindakan fraud karena diberi kesempatan untuk memperbaiki semua hasil
komunikasi terlebih dahulu termasuk kesalahan dan kecurangan manajemen.
Kata Kunci – SA 260, TCWG, dan Komunikasi.
I.
Pendahuluan
Dalam pelaksanaan audit, seorang auditor
memiliki kewajiban untuk memperoleh bukti audit yang cukup dan kompoten agar
dapat mendukung keputusan pendahuluan tentang faktor-faktor risiko kunci serta
untuk mendukung keputusan tentang kewajaran penyajian laporan keuangan. Tujuan
auditor secara umum adalah memberikan pendapat atas laporan keuangan. Untuk
memberikan pendapat itu terdapat proses yang harus dilalui yaitu masalah
perencanaan audit yang meliputi pemahaman tentang busines klien,
mengidentifikasi asersi manajemen, dan mengevaluasi tingkat materialitas
perikatan. Selain itu auditor juga harus membuat keputusan pendahuluan tentang
risiko bawaan, risiko pengendalian, dan risiko deteksi.
Opini
auditor terhadap laporan keuangan bukanlah satu-satunya hasil audit. Elemen
kunci terakhir dari proses audit adalah mengkomunikasikan hasil temuan-temuan
audit. Audit dikatakan belum bernilai sebelum dikomunikasikan kepada manajemen
dan pihak-pihak lain yang menggunakan audit tersebut. Hasil komunikasi yang
utama tersebut harus dimuat dalam laporan auditor terhadap laporan keuangan. Di
samping menerbitkan laporan audit, auditor diharuskan membahas masalah-masalah
tertentu dengan komite audit, atau dengan orang-orang dari tingkat wewenang dan
tanggungjawabnya setara dengan komite audit seperti dewan direksi, dewan
perwalian, atau seorang pemilik pada perusahaan perorangan.
Dalam
standar audit yang baru pihak pengawas yang menjadi lawan komunikasi auditor
disebut TCWG. Standar tersebut diatur tersendiri dalam Standar Audit 260 yang
berjudul tentang komunikasi dengan pihak yang bertanggungjawab atas tata
kelola. Secara umum SA ini berkaitan dengan tanggungjawab auditor untuk
berkomunikasi dengan pihak yang bertangungjawab atas tata kelola dalam audit
terhadap laporan keuangan. SA ini menyediakan rerangka menyeluruh untuk bahan
komunikasi auditor dan mengidentifikasi hal spesifik yang perlu dikomunikasikan
dengan mereka.
Menurut
penulis terdapat dua hal yang kontroversial dengan adanya SA ini. Di satu sisi SA 320 yang mewajibkan auditor untuk
menerapkan secara tepat konsep materialitas dalam merencanakan dan melaksanakan
audit. Di sisi lain SA 260 mewajibkan auditor untuk berkomunikasi dengan TCWG
tentang temuan-temuan yang sifatnya signifikan. Permasalahannya adalah tingkat
materialitas yang sudah ditentukan terlebih dahulu menjadi tidak relevan jika
ada temuan yang material yang telah ditemukan harus dikomunikasikan dengan
TCWG. Oleh karena itu dalam artikel kali ini penulis akan melakukan reviu
krittis atas SA 260 menurut pendapat pribadi penulis. Artikel ini dibahas
dengan sistematika dibagi menjadi 4 bagian yaitu pendahuluan yang berisi latar
belakang dan permasalahan, tinjauan pustaka yang berisi ringkasan SA 260, reviu
kritis SA 260 yang berisi pendapat dan saran menurut penulis, serta terakhir
penutup yang berisi kesimpulan.
II.
Tinjauan
Pustaka
2.1. Definisi dan tujuan ISA 260
Istilah
those charged with governance
disingkat TCWG adalah orang atau organisasi yang bertanggungjawab mengawasi
arah stratejis perusahaan dan kewajiban entitas yang berkenan dengan
akuntabilitasnya. Pengawasan itu meliputi pengawasan atau proses pelaporan
keuangan. ISA 260 menjelaskan bahwa istilah TCWG digunakan untuk menjelaskan
peran orang atau sekelompok orang yang diberi tanggungjawab untuk mengawasi,
mengendalikan, dan mengarahkan suatu entitas. Istilah ini digunakan dalam
kaitannya dengan dan sebagai tambahan atas tugas atau kegiatan manajemen. Untuk
entitas tertentu dalam beberapa yurisdiksi, TCWG bisa termasuk anggota
manajemen seperti anggota eksekutif dalam dewan pengawas pada entitas tertutup
atau di sektor publik atau pemilik yang merangkap sebagai manajer. Dewan
pengawas itu juga bisa memiliki sub-sub bagian dalam pengawasan seperti komite
audit dan internal auditor.
Secara
umum TCWG bertanggungjawab untuk:
1)
memastikan bahwa entitas itu mencapai tujuannya dalam
hal terpercayanya proses pelaporan keuangan;
2)
efektif dan efisiennyan kegiatan operasi;
3)
mendorong kepatuhan terhadap ketentuan perundangan; dan
4)
melaporkan kepada pihak ketiga yang mempunyai
kepentingan.
2.2. Tujuan dan tanggungjawab auditor dalam berkomunikasi
dengan TCWG
Komunikasi
dua arah yang efektif antara auditor dan TCWG merupakan unsur penting dalam
setiap audit. Hal ini di satu pihak memungkinkan auditor mengkomunikasikan
hal-hal yang wajib dikomunikasikan, dan di lain pihak TCWG memberi kepada
auditor informasi yang tanpa komunikasi ini tidak akan tersedia. Informasi ini
dapat bermanfaat bagi auditor dalam merencanakan audit dan mengevaluasi
hasilnya. Tujuan auditor dalam berkomunikasi dengan TCWG diatur dalam paragraf
9, yaitu:
1)
mengkomunikasikan
dengan jelas kepada TCWG tentang tanggungjawab auditor berkenan dengan audit
atas laporan keuangan, dan tinjauan umum mengenai lingkup dan waktu audit yang
direncanakan;
2)
memperoleh
informasi yang relevan dari TCWG tentang audit;
3)
memberikan
kepada TCWG pengamatan yang berasal dari pelaksanaan audit (temuan dan
informasi) yang penting dan relevan bagi tanggungjawab dan pengawasan umum atas
proses laporan keuagan;
4)
mendorong
komunkasi dua arah yang efektif antara auditor dan TCWG.
2.3. Hal-hal yang dikomunikasikan
Terdapat
3 hal utama yang perlu dikomunikasikan oleh auditor kepada TCWG, yaitu:
1) Tanggungjawab auditor dalam hubungannya
dengan audit atas laporan keuangan
TCWG harus menerima informasi
mengenai hal-hal penting menyangkut peran mereka dalam mengawasi proses
pelaporan keuangan termasuk mengkomunikasikan hal-hal berikut.
a)
Audit laporan keuangan tidak membebaskan TCWG akan
tanggungjawab mereka;
b)
Tanggungjawab auditor meliputi (1) merumuskan dan
memberikan opini atas laporan keuangan yang disusun oleh manajemen dengan
pengawasan oleh TCWG; (2) mengkomunikasikan hal-hal yang penting yang muncul
dari audit atas laporan keuangan. Tanggungjawab ini biasanya dikomunikasikan
lewat surat perikatan audit.
2) Lingkup audit yang direncanakan dan kapan
audit akan dilaksanakan
Perencanaan audit bertujuan mendorong
komunikasi dua arah antara auditor dengan TCWG, namun auditor perlu waspada
untuk tidak memberikan informasi rinci yang dapat menyulitkan atau menggagalkan
audit, misalnya rincian mengenai sifat dari prosedur tertentu dan kapan
prosedur itu akan dilaksanakan.
3) Temuan-temuan audit yang signifikan
Auditor harus membahas mengenai
masalah audit berkenan dengan governance,
kecuali hal yang berkenan dengan kompetensi dan integritas manajemen.
Pembahasan ini bertujuan untuk mengklarifikasi fakta dan masalah serta
memberikan kesempatan kepada manajemem dalam memberikan informasi lebih lanjut.
2.4. Proses komunikasi dan dokumentasi
Proses
komuniasi auditor dengan TCWG dimulai dengan membangun proses komunikasi, melakukan
komunikasi dengan manajemen, melakukan komunikasi dengan pihak ketiga, menentukan
bentuk komunikasi, memilih saat komunikasi, mengevaluasi hasil komunikasi, sampai
dengan melakukan dokumentasi hasil komunikasi.
a) Membangun proses komunikasi
Auditor harus merencanakan komunikasi
yang jelas yang meliputi ruang lingkup komunikasi dan isi komunikasi yang
diharapkan mampu mengoptimalkan komunikasi dua arah yang optimal. Agar
komunikasi dua arah itu efektif, maka komunikasi minimal harus membahas
tentang:
1)
tujuan komunikasi, yaitu auditor dan TCWG sebaiknya
memahami isu-isu yang relevan yang timbul dari proses komunikasi;
2)
bentuk komunikasi, yaitu tentang bagaimana bentuk
komunikasi yang akan dilakukan;
3)
individu, yaitu orang atau siapa-siapa yang akan
melakukan komunikasi baik dari pihak auditor maupun dari pihak TCWG;
4)
harapan auditor, yaitu harapan auditor agar komunikasi
bisa berjalan dua arah dimana TCWG mau mengkomunikasikan kepada auditor
beberapa hal yang relevan terhadap audit;
5)
Proses, yaitu mengambil tindakan dan melaporkan kembali
beberapa hal yang dikomunikasikan baik oleh auditor maupun oleh TCWG.
b) Melakukan komunikasi dengan manajemen
Komunikasi dengan manajemen meliputi
pembahasan tentang tanggungjawab manajamen dalam menjalankan operasi entitas
dan tanggungjawab menyusun laporan keuangan. Sebelum membahas dengan TCWG,
auditor harus membahas hal-hal yang disyaratkan oleh SA termasuk dengan auditor
internal perusahaan kecuali tentang kompetensi atau integritas manajemen.
c) Melakukan komunikasi dengan pihak ketiga
Untuk berkomunikasi dengan pihak
ketiga, auditor harus berhati-hati jika pihak TCWG meminta untuk disampaikan
kepada pihak ketiga. Jika hal itu terjadi auditor tidak boleh menyampaikan
kepada pihak ketiga misalnya pihak bank atau organisasi tertentu karena mungkin
melanggar hukum atau tidak tepat. Tetapi jika hal itu diharuskan oleh
undang-undang misalnya badan pengatur atau pihak berwenang, maka perlu
dilaporkan.
d) Menentukan bentuk komunikasi
Auditor bisa memilih bentuk
komunikasi penyajian terstruktur, laporan tertulis atau struktur yang lebih
sederhana baik secara lisan maupun tertulis yang bisa dipengaruhi oleh
faktor-faktor yang dijelaskan dalam paragraf 20.
e) Menentukan saat komunikasi
Auditor dapat memilih saat
berkomunikasi yang disesuaikan dengan kondisi perikatan. Kondisi yang relevan
tersebut mencakup signifikansi dan sifat serta tindakan yang diharapkan untuk
dilakukan oleh TCWG seperti yang dicontohkan dalam paragraf 21.
f) Mengevaluasi hasil komunikasi
Kecukupan proses komunikasi dilakukan
melalui evaluasi yang dilakukan oleh auditor yang didasarkan pada observasi
yang dihasilkan dari prosedur audit yang mencakup:
1)
kelayakan dan ketepatan waktu;
2)
keterbukaan pihak TCWG;
3)
kemauan dan kapasitas TCWG;
4)
kemampuan TCWG;
5)
kesadaran TCWG akan tanggungjawab mereka;
6)
komunikasi dua arah tersebut memenuhi peraturan
perundang-undangan.
Jika komunikasi dua arah tidak
memadai, maka auditor harus mengambil tindakan berikut.
1)
Memodifikasi opini auditor atas dasar pembatasan
lingkup;
2)
memperoleh pendapat hukum mengenai konsekuensi pengambilan
tindakan yang berbeda;
3)
berkomunikasi dengan pihak ketiga yaitu badan pengatur
atau autoritas yang lebih tinggi dari TCWG seperti pemilik busines dan RUPS
atau instansi pemerintah yang bertanggungjawab dalam sektor publik;
4)
mengundurkan diri dari perikatan, jika pengunduran diri
dimungkinkan oleh perarutan perundang-undangan yang berlaku.
g) Melakukan dokumentasi
Dokumentasi yang sifatnya tertulis
wajib diarsipkan oleh auditor. Dokumentasi komunikasi lisan dapat mencakup kopi
risalah rapat ketika dokumen tersebut merupakan catatan yang tepat tentang
komunikasi.
III.
Reviu Kritis
Seperti telah disebutkan dalam ringkasan SA 260 di atas,
bahwa salah satu informasi yang perlu dikomunikasikan oleh auditor kepada TCWG
adalah tentang temuan-temuan audit yang signifikan yaitu auditor harus membahas
mengenai masalah audit berkenan dengan governance,
kecuali hal yang berkenan dengan kompetensi dan integritas manajemen. Pembahasan
ini bertujuan untuk mengklarifikasi fakta dan masalah serta memberikan
kesempatan kepada manajemem dalam memberikan informasi lebih lanjut. Dijelaskan lebih
lanjut bahwa temuan-temuan audit ini harus dibicarakan dengan pihak manajemen
untuk dilakukan restatement laporan
keuangan, jika terdapat temuan yang sangat signifikan.
Menurut penulis kesempatan yang diberikan kepada
manajemen setelah dikomunikasikan dengan TCWG untuk melakukan perbaikan,
apalagi jika harus me-restatement
atau memperbaiki kembali laporan keuangan termasuk mengembalikan semua bentuk
penyelewengan merupakan bentuk tidak independensinya auditor. Hal ini karena dalam
komunikasi nanti akan terjadi “musyawarah”
atau kesepakatan bersama antara auditor, manajemen, dan TCWG yang berujung pada
kesepakatan pemberian opini sehingga opini yang diberikan nantinya juga berujung
“transaksional”.
Sebenarnya jika opini yang diberikan selain WTP lalu
dimusyawarahkan dengan TCWG dan hasil opininya tetap dimodifikasi yaitu selain
WTP, penulis setuju. Tapi kalau opininya dari selain WTP menjadi WTP menurut
penulis disinilah auditor itu tidak independen, karena jika ada salah saji yang
material yang ditemukan oleh auditor lalu diminta untuk diperbaiki oleh
manajemen, ini merupakan informasi yang menyesatkan. Kalau pun harus diperbaiki
setidaknya salah sajinya tetap material, misalnya kas hilang dicuri kasir
sebesar Rp5.000.000, menjadi temuan auditor lalu auditor minta kepada manajemen
untuk diperbaiki yang artinya uang sebesar itu harus dikembalikan lagi ke kas
perusahaan. Ini merupakan peluang transaksional yang bisa dimainkan antara
auditor dengan TCWG, jika tiap kali diperbaiki dan uangnya harus balik, lalu
salah saji materialnya berkurang sehingga dikhawatirkan semua klien nanti akan melakukan
tindakan fraud karena diberi
kesempatan untuk memperbaiki terlebih dahulu.
Jika pada akhirnya auditor harus berkomunikasi dengan
TCWG lalu untuk apa auditor harus menentukan materialitas saat perencanaan
audit? Ini berarti bahwa dengan musyawarah lalu bisa mengganti opini dari tidak
WTP menjadi WTP, maka tidak ada gunanya materialitas karena tidak akan
dipublikasikan kalau salah saji materialnya besar. Ini banyak terjadi untuk
auditor pemerintah terutama yang bekerja di Badan Pemeriksa Keuangan. Penulis
justru menduga terjadinya suap pembelian opini di Kementerian Desa dan PDTT yang
terjadi pada bulan Juli 2017 yang lalu disebabkan karena adanya musyawarah
antara auditor dengan pihak pengawas internal. Kejadian ini bukan tidak mungkin
akan terjadi atau telah terjadi juga di sektor swasta dan mungkin belum
terungkap. Walaupun SA 260 tidak berlaku bagi auditor pemerintah tapi kita bisa
berkaca dari kasus ini karena memberikan kesempatan besar untuk terjadi
kecurangan dari sisi materi kasusnya.
Dari hasil reviu kritis di atas, penulis menyarankan
bahwa khusus temuan-temuan audit yang signifikan sebaiknya tidak menjadi
hal-hal yang perlu dikomukasikan dengan TCWG dengan alasan menjaga indenpensi
auditor dalam pembelian opini. Hasil temuan auditor yang signifikan sebaiknya
dikomunikasikan setelah laporan audit resmi diterbitkan oleh auditor sehingga
semua yang sifatnya harus diperbaiki bersifat mengikat dan tidak akan terjadi
lagi.
IV.
Simpulan
Dari pembahasan
tersebut di atas, dapatlah disimpulkan bahwa menurut penulis kesempatan yang diberikan kepada manajemen
setelah dikomunikasikan dengan TCWG untuk melakukan perbaikan, apalagi jika
harus me-restatement atau memperbaiki
kembali laporan keuangan termasuk mengembalikan semua bentuk penyelewengan
merupakan bentuk tidak independensinya auditor. Hal ini karena dalam komunikasi
nanti akan terjadi kesepakatan bersama antara auditor, manajemen, dan TCWG yang
berujung pada kesepakatan pemberian opini sehingga opini yang diberikan
nantinya juga berujung pada transaksi jual beli opini.
Penulis menyarankan bahwa khusus temuan-temuan audit yang
signifikan sebaiknya tidak menjadi hal-hal yang perlu dikomukasikan dengan TCWG
dengan alasan menjaga indenpensi auditor dalam pembelian opini. Hasil temuan
auditor yang signifikan sebaiknya dikomunikasikan setelah laporan audit resmi
diterbitkan oleh auditor sehingga semua yang sifatnya harus diperbaiki bersifat
mengikat dan tidak akan terjadi lagi.
Referensi
Arens,
Alvin A., Elder, Randal J., Beasley, Mark S. (2008). Audting
and Assurance Service, Integrated Approach. (12thed). Prentice Hall : Pearson
Education, Inc.
Boynton,
William C., Johnson, Raymond N., Kell, Walter G. (2001). Modern
Auditing (7thed). John Wiley & Sons, Inc.
Tuanakota,
Theodorus M. (2014). Audit Berbasis ISA. Jakarta : Salemba Empat.
www.iapi.or.id,
diakses 08 Agustus 2017.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar