REVIU KRITIS
PSAK 61:
Hibah yang
Terganjal Aturan
Oleh:
Muhajir R. Hakim
(Emerha)
NIM:
16 919 029
Universitas
Islam Indonesia, Yogyakarta
www.muhajirhakim.blogspot.co.id
Abstrak
Permasalahan/tujuan - Artikel ini
membahas tentang reviu kritis terhadap PSAK 61 yang mengatur tentang akuntansi
hibah pemerintah dan pengungkapan bantuan pemerintah bagi entitas yang menerima
bantuan hibah dari pemerintah. Permasalahan yang dibahas adalah definisi hibah
yang belum mengakomodir persyaratan hibah yang ditentukan dalam peraturan
perundangan yang salah satunya diatur melalui PMK No. 96 Tahun 2007. Tujuan
dari reviu ini untuk memberikan masukan kepada IAI supaya PSAK ini selalu
mendapat pertimbangan dan menjadi perhatian untuk kembali merevisi peraturan
SAK terbaru di masa mendatang agar sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.
Pembahasan - Hasil analisis
menyimpulkan bahwa definisi hibah masih belum
mengakomodir persyaratan hibah yang diatur oleh peraturan perundang-undangan
yang salah satunya adalah Peraturan Menteri Keuangan No. 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan,
Penghapusan, dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara. Dalam PSAK 61
diatur bahwa hibah pemerintah yang ternyata harus dibayar kembali, harus
diperhitungkan sebagai perubahan estimasi akuntansi. Hal ini menimbulkan
kerancuan karena mungkin semua pendapatan yang telah diterima akan dinyatakan
sebagai kesalahan pencatatan padahal aliran kas masuknya sangat jelas dan
mungkin telah digunakan oleh entitas sebagai sumber modalnya.
Kata Kunci – PSAK 61, Hibah Pemerintah,
Bantuan Pemerintah.
I.
Pendahuluan
Di dalam akuntansi keuangan dikenal adanya
standar yang harus dipatuhi dalam pembuatan laporan keuangan. Standar tersebut
diperlukan karena banyaknya pengguna laporan keuangan. Jika tidak terdapat
standar, perusahaan dapat saja menyajikan laporan keuangan yang mereka miliki
sesuai dengan kehendak mereka sendiri. Hal ini tentunya akan menjadi masalah
bagi para pengguna karena akan menyulitkan untuk memahami laporan keuangan yang
ada.
Agar
pemahaman laporan keuangan menjadi lebih mudah, maka perlu ditetapkannya suatu
aturan atau standar yang seragam. Dalam bidang hibah pemerintah dan bantuan
pemerintah telah ditetapkan PSAK 61 yang mengatur tentang akuntansi hibah
pemerintah dan pengungkapan bantuan pemerintah bagi entitas yang menerima
bantuan hibah dari pemerintah. PSAK ini terbilang baru yang berlaku efektif
untuk laporan keuangan yang mencakup perioda laporan yang dimulai pada atau
setelah tanggal 1 januari 2012.
Bagian
awal PSAK 61 ini telah membatasi diri bahwa terdapat 3 hal yang tidak ikut
diatur dengan PSAK ini yaitu masalah khusus yang timbul dalam akuntansi atas
hibah pemerintah pada laporan keuangan yang mencerminkan dampak dari perubahan
harga atau informasi tambahan yang memiliki sifat serupa, bantuan pemerintah
yang diberikan kepada entitas dalam bentuk manfaat yang tersedia dalam
menentukan laba atau rugi kena pajak, atau dalam bentuk manfaat yang ditentukan
atau yang terbatas pada dasar liabilitas pajak penghasilan, serta partisipasi
pemerintah dalam kepemilikan entitas.
Namun
demikian di beberapa negara, bantuan pemerintah kepada entitas mungkin
ditujukan untuk mendorong atau memberikan dukungan jangka panjang atas kegiatan
usaha baik pada daerah atau sektor industri tertentu. Syarat untuk menerima
bantuan tersebut tidak secara khusus terkait dengan aktivitas operasi entitas.
Di Indonesia, hal ini dibatasi oleh peraturan yang menyangkut tentang
pemanfaatan aset yang dilakukan untuk menyediakan
bangunan dan fasilitasnya dalam rangka penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi
kementerian/lembaga, yang dana pembangunannya tidak tersedia dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Oleh karena itu dalam artikel ini akan
dibahas tentang reviu kritis atas kelemahan PSAK 61 dari sudut pandang peraturan
perundang-undangan.
II.
Ringkasan
PSAK 61
2.1. Definisi dan tujuan
PSAK
ini berjudul akuntansi hibah pemerintah dan pengungkapan bantuan pemerintah. Dari
judulnya bisa diambil dua definisi utama yang wajib kita pahami yaitu hibah pemerintah
dan bantuan pemerintah. Hibah pemerintah didefinisikan dalam paragraf 03 adalah
bantuan oleh pemerintah dalam bentuk pengalihan (pemindahan) sumber daya kepada
entitas sebagai imbalan atau kepatuhan entitas di masa lalu atau masa depan
sesuai dengan kondisi tertentu yang berkaitan dengan kegiatan operasi entitas
tersebut. Sementara bantuan pemerintah didefinisikan dalam paragraf yang sama
adalah tindakan pemerintah yang dirancang untuk memberikan manfaat ekonomi
secara spesifik kepada satu entitas atau beberapa entitas yang memenuhi
kualifikasi tertentu.
Secara
khusus PSAK 61 ini mengatur tentang akuntansi untuk pengungkapan hibah
pemerintah, di samping pengungkapan bentuk lain bantuan pemerintah. Tujuan dari
PSAK ini adalah untuk :
1)
menentukan pengalihan sumber daya dalam bantuan
pemerintah dengan tepat;
2)
mengungkapkan bentuk lain bantuan pemerintah guna
memberikan indikasi sejauh mana entitas telah memperoleh manfaat atas bantuan
tersebut selama perioda pelaporan dan untuk memberikan perbandingan laporan
keuangan entitas yang memperoleh bantuan dengan laporan keuangan perioda
sebelumnya dan dengan laporan keuangan entitas lain.
2.2. Pengakuan dan pencatatan hibah pemerintah
Menurut
PSAK 61, hibah pemerintah dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
1)
bantuan keuangan terkait aset yang diberikan dengan
syarat perusahaan membeli, mengonstruksi, atau mengakuisisi aset jangka
panjang, dan
2)
bantuan keuangan yang tidak terkait dengan aset atau
disebut juga sebagai bantuan yang terkait dengan pendapatan.
PSAK 61 dalam paragraf 7 menyatakan bahwa hibah pemerintah tidak
boleh diakui sampai terdapat keyakinan yang memadai bahwa entitas akan mematuhi
kondisi yang melekat pada hibah tersebut dan bahwa hibah akan diterima.
Dalam
akuntansi untuk hibah pemerintah, PSAK 61 mensyaratkan penggunaan pendekatan
pendapatan yaitu pendekatan yang mengatur bahwa hibah diakui dalam laporan laba
rugi komprehensif selama satu perioda atau lebih dan tidak memperbolehkan
penggunaan pendekatan modal yaitu pendekatan yang mengkreditkan hibah secara
langsung ke ekuitas pemegang saham. Dalam pendekatan pendapatan, PSAK 61
menyatakan bahwa hibah harus dicatat sebagai berikut.
a)
Hibat terkait aset pertama-tama harus dicatat sebagai
pendapatan ditangguhkan yang setelah itu diamortisasi ke pendapatan dengan
dasar sistematis, atau dicatat sebagai pengurang nilai tercatat aset terkait
yang setelahnya diakui dalam pendapatan melalui beban depresiasi yang dikurangi
(paragraf 25).
b)
Hibah terkait penghasilan harus diakui sebagai
pendapatan dalam laporan laba rugi komprehensif (disajikan terpisah atau dalam
pos umum seperti penghasilan lain-lain) atau sebagai pengurang dari beban
terkait (paragraf 30).
Dalam
hal pengakuan, PSAK 61 menyatakan bahwa hibah pemerintah diakui dalam laporan
laba rugi komprehensif dengan dasar yang sistematis selama perioda entitas
mengakui sebagai beban atas biaya terkait yang dimaksudkan akan dikompensasikan
dengan hibah (paragraf 13).
Namun
untuk hibah pemerintah yang menjadi piutang entitas sebagai kompensasi atas beban
atau kerugian yang telah terjadi atau dalam rangka dukungan keuangan segera
kepada entitas tanpa beban terkiat di masa yang akan datang, PSAK 61 menyatakan
bahwa bantuan itu harus diakui dalam laporan laba rugi komprehensif pada
perioda hibah menjadi piutang (paragraf 20).
Di
lain pihak untuk hibah pemerintah yang ternyata harus dibayar kembali, PSAK 61
menyatakan bahwa hibah tersebut harus diperlakukan sebagai perubahan estimasi
akuntansi sesuai dengna PSAK 25, yang dinyatakan secara khusus berikut ini.
1)
Pembayaran kembali hibah yang terkait dengan pendapatan
diperhitungkan terlebih dahulu terhadap setiap saldo kredit yang ditangguhkan
yang belum diamortisasi terkait dengan hibah tersebut dan jika pembayaran
kembali melebihi saldo kredit ditangguhkan atau tidak ada lagi saldo kredit
ditangguhkan, maka pembayaran kembali diakui segera sebagai beban.
2)
Pembayaran kembali yang terkait dengan aset diakui
dengan menambah nilai tercatat aset dan depresiasi akumulasian tambahan yang
seharusnya diakui pada tanggal itu sebagai beban seandainya hibah tidak ada,
diakui segera sebagai beban, atau dicatat dengan mengurangi saldo pendapatan
ditangguhkan dengan jumlah yang dibayar kembali.
2.3. Pengakuan dan pencatatan bentuk lain
bantuan pemerintah
Bentuk
lain bantuan pemerintah didefinisikan dalam PSAK 61 sebagai bantuan yang secara
rasional tidak memiliki nilai yang memadai, misalnya saran teknis atau saran
pemasaran yang diberikan secara cuma-cuma dan ketentuan penjaminan. Sehubungan
dengan bentuk bantuan ini, PSAK 61 juga menyatakan bahwa sifat, luas, dan
lamanya bantuan itu harus diungkapkan agar laporan keuangan tidak menyesatkan
(paragraf 40).
2.4. Persyaratan pengungkapan hibah pemerintah
PSAK
61 mensyaratkan pengungkapan berikut ini.
1)
Kebijakan akuntansi, yaitu kebijakan yang digunakan
untuk hibah pemerintah, termasuk metoda penyajian yang digunakan dalam laporan
keuangan.
2)
Bantuan, yaitu setiap bantuan pemerintah dimana entitas
memiliki manfaat langsung darinya.
3)
Persyaratan, yaitu setiap persyaratan yang tidak
terpenuhi dan kontijensi lain yang berkaitan dengan bantuan pemerintah.
4)
Besarnya hibah, yaitu sifat dan besarnya hibah yang
diakui entitas dalam laporan keuangan.
III.
Reviu Kritis
Hibah
dalam PSAK 61 didefinisikan sebagai tindakan oleh pemerintah dalam bentuk
pemindahan sumber daya kepada entitas sebagai imbalan atas kepatuhan entitas di
masa lalu atau masa depan sesuai kondisi tertentu yang
berkaitan dengan kegiatan operasi entitas tersebut, tidak termasuk jenis
bantuan pemerintah yang tidak memiliki nilai yang memadai bagi entitas dan
transaksi dengan pemerintah yang tidak dapat dibedakan dari transaksi
perdagangan normal.
Penulis
menyoroti tentang definisi hibah yang dikaitkan dengan peraturan
perundang-undangan yang ditetapkan pemerintah. Menurut penulis definisi ini
belum mengakomodir pengembalian aset yang dihibahkan itu pada waktunya nanti
karena dalam setiap peraturan pemerintah jarang ada hibah yang diberikan secara
permanen. Hal ini terkait dengan larangan bagi pemerintah untuk menjual aset kepada
pihak lain. Yang sering terjadi adalah pemberian hibah yang bersifat sementara
seperti Bangun Serah Guna (BSG) atau Bangun Guna Serah (BGS) yang diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 96 tahun 2007 tentang
tata cara pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, penghapusan, dan
pemindahtanganan barang milik negara.
Dalam
peraturan menteri tersebut definisi Bangun Guna Serah (BGS) adalah pemanfaatan
tanah milik pemerintah pusat oleh pihak lain dengan mendirikan bangunan
dan/atau sarana, berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain
tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya
tanah beserta bangunan dan/atau sarana, berikut fasilitasnya, diserahkan
kembali kepada Pengelola Barang setelah berakhirnya jangka waktu. Sedangkan
definisi Bangun Serah Guna (BSG) adalah pemanfaatan tanah milik pemerintah
pusat oleh pihak lain dengan mendirikan bangunan dan/atau sarana, berikut
fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan kepada Pengelola
Barang untuk kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut selama jangka
waktu tertentu yang disepakati.
Dalam PSAK 61, hibah yang terkait dengan aset
didefinisikan sebagai hibah pemerintah yang kondisi utamanya adalah bahwa entitas yang
memenuhi syarat harus melakukan pembelian, membangun atau membeli aset jangka
panjang. Kondisi tambahan mungkin juga ditetapkan dengan membatasi jenis atau
lokasi aset atau periode aset tersebut diperoleh atau dimiliki. Sementara itu PSAK 61 dalam
paragraf 7 menyatakan bahwa hibah
pemerintah tidak boleh diakui sampai terdapat keyakinan yang memadai bahwa
entitas akan mematuhi kondisi yang melekat pada hibah tersebut dan bahwa hibah
akan diterima.
Nah,
dalam kondisi yang terkait dengan bunyi peraturan menteri keuangan di atas,
secara ekplisit sangat jelas hibah tidak akan diterima. Ini akan menimbulkan
kerancuan karena sebenarnya aset tersebut hanya dipinjamkan kepada entitas dan
harus dikembalikan tetapi dalam pembukuan entitas sudah dianggap sebagai hibah
sepanjang masa sewa aset tersebut dimana sudah dianggap sebagai pendapatan
selama tahun berjalan. Implikasi dari belum terakomodirnya definisi hibah ini
akan berdampak pada pengakuan dan pencatatan hibah dalam akuntansi entitas. Dalam
PSAK 61 diatur bahwa hibah pemerintah yang ternyata harus dibayar kembali,
harus diperhitungkan sebagai perubahan estimasi akuntansi. Bagaimana mungkin
semua pendapatan yang telah diterima akan dinyatakan sebagai kesalahan
pencatatan padahal aliran kas masuknya sangat jelas dan mungkin telah digunakan
oleh entitas sebagai sumber modalnya.
Hal
yang sama juga telah diungkapkan dalam Interpretasi
Standar Akuntansi Keuangan (ISAK) No. 18 yang menyatakan bahwa yang masuk dalam
definisi hibah adalah termasuk syarat untuk menerima bantuan tersebut
tidak secara khusus terkait dengan aktivitas operasi entitas. Contoh dari
bantuan tersebut adalah pengalihan sumber daya oleh pemerintah kepada entitas
yang:
1)
beroperasi pada industri tertentu;
2)
melanjutkan operasi pada industri yang baru saja
diprivatisasi; atau
3)
memulai atau melanjutkan usahanya pada daerah yang
belum berkembang.
ISAK
18 menegaskan bahwa bantuan pemerintah kepada entitas memenuhi definisi hibah
pemerintah dalam PSAK 61, bahkan jika tidak ada persyaratan yang secara
spesifik terkait dengan aktivitas operasi entitas selain persyaratan untuk
beroperasi pada daerah atau sektor industri tertentu. Menurut penulis, telah
jelas bahwa pernyataan di atas tentang aset yang statusnya dipinjam atau
disewagunakan belum mencakup definisi hibah. Oleh karena itu definisi hibah
dalam PSAK ini masih perlu ditinjau kembali di masa-masa yang akan datang.
IV.
Simpulan
Dari pembahasan
tersebut di atas, dapatlah disimpulkan bahwa definisi hibah masih belum
mengakomodir persyaratan hibah yang diatur oleh peraturan perundang-undangan
yang salah satunya adalah Peraturan Menteri Keuangan No. 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara.
Karena dalam
setiap peraturan pemerintah jarang ada hibah yang diberikan secara permanen, maka hal ini terkait
dengan larangan bagi pemerintah untuk menjual aset kepada pihak lain. Namun yang sering terjadi
adalah pemberian hibah yang bersifat sementara seperti bangun serah guna (BSG)
atau bangun guna serah (BGS).
Implikasi dari belum
terakomodirnya definisi hibah ini akan berdampak pada pengakuan dan pencatatan
hibah dalam akuntansi entitas. Dalam PSAK 61 diatur bahwa hibah pemerintah yang
ternyata harus dibayar kembali, harus diperhitungkan sebagai perubahan estimasi
akuntansi. Hal ini menimbulkan kerancuan karena mungkin semua pendapatan yang
telah diterima akan dinyatakan sebagai kesalahan pencatatan padahal aliran kas
masuknya sangat jelas dan mungkin telah digunakan oleh entitas sebagai sumber
modalnya.
Referensi
Bragg,
Steven M. (2010). The Vest Pocket Guide to IFRS (1thed). John Wiley & Sons, Inc.
Epstein,
Barry J., Jermakowicz, Eva K. (2010). Interpretation and Application of
International Financial Reporting Standards 2010 (2thed). John Wiley & Sons, Inc.
Juan,
Ng Eng., Wahyuni, Ersa Tri. (2012). Panduan Praktis Standar Akuntansi Keuangan. (2thed). Salemba Empat : Jakarta.
www.kemenkeu.go.id,
diakses 10 Agustus 2017.
www.iaiglobal.or.id,
diakses 11 Agustus 2017.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar