PEMBAHASAN
1.1.
Konsep Profesionalisme
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
profesional dalah pekerjaan dimana dari pekerjaan tersebut seseorang bias
mendapatkan sesuatu untuk hidup, professional
dapat diartikan bahwa professional
itubersifat atau memiliki keahlian dan keterampilan Karena pendidikan dan pelatihan (Badudu dan Sutan, 2002: 848). Profesional adalah standar umum
yang mengatur sikap mental independen auditor dalam menjalankan tugasnya, sikap
mental bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak
tergantung pada orang lain, serta adanya kejujuran pada diri auditor dalam
mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang objektif tidak memihak pada
diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya (Mulyadi, 2002:26). Oleh karena itu, professional itu mempunya imakna yang berhubungan dengan profesi yang memiliki kepandaian khusus dalam menjalankannya.
Professional mengacu kepada sikap atau mental dalam bentuk komitmen dari para anggota profesi dalam mewujudkan atau meningkatkan kualitas profesionlanya.
Menurut Hall dalam Marcellina dan Sugeng (2009)
mengemukakan ada lima konsep dari profesionalisme, yaitu:
a) Hubungan dengan sesame profesi (community afiliation)
Yaitu menggunakan ikatan profesi sebagai acuan, termasuk di
dalamnya organisasi
formal dan kelompok-kelompok kolega informal sebagai sumber ide utama dalam melaksanakan pekerjaan.
b) Kewajiban sosial (social obligation)
Merupakan pandangan tentang pentingnya profesi serta manfaat yang diperoleh baik oleh masyarakat maupun professional karenaa dan ya pekerjaan tersebut.
c) Keyakinan terhadap peraturan sendiri atau profesi (belief self regulation)
Maksudnya bahwa yang paling
berwenang dalam menilai pekerjaan professional dalah rekan sesame profesi, bukan orang
luar yang tidak memiliki kemampuan dalam bidang ilmu dan pekerjaan mereka.
d) Dedikasi pada profesi (dedication)
Dicerminkan dengan menggunakan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki serta keteguhan untuk tetap melaksanakan pekerjaan meskipun imbalan ekstrinsik kurang. Sikap ini merupakan ekspresi dari pencurahan diri yang total
terhadap pekerjaan sehingga kompensasi utama yang diharapkan dari pekerjaan adalah kepuasan rohani setelah itu baru materi.
e) Kebutuhan untuk mandiri (autonomy demand)
Merupakan suatu pandangan bahwa seseorang yang
professional harus mampu membuat keputusan sendiritan patekanan pihak lain (pemerintah,
klien dan mereka yang bukan anggota profesi).Setiap ada campur tangan dari luar dianggap sebagai hambatan kemandirian secara profesionaI.
1.2.
Prinsip-Prinsip Etika Perilaku Profesional
Prinsip–prinsip
etika
menurut AICPA dalam Arens, Elder; Beasley (2015) sebagai
berikut:
a.
TanggungJawab
Dalam
melaksanakan tanggung jawab mereka sebagai professional, anggota harus
menerapkan penilaian professional dan moral yang sensitive dalam segala
kegiatannya.
b.
KepentinganUmum
Anggota harus
menerima kewajiban mereka untuk bertindak dengan cara yang dapat melayani
kepentingan publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen
terhadap profesionalisme.
c.
Integritas
Untuk
mempertahankan dan memperluas kepercayaan masyarakat, anggota harus melakukan
semua tanggungjawab professional dengan integritas tertinggi.
d.
Objectivitas
dan Independensi
Seorang
anggota harus mempertahankan
objectivitas professional, sertaharus
independen dalam penyajian fakta
dan tampilan
ketika memberikan layanan audit
dan
jasa atestasi lainnya.
e.
Keseksamaan
Seorang
anggota harus mematuhi
standar teknis dan
etisprofesi, berusaha terus menerus untuk
menigkatkan kompetensi dan layanan
dalam melaksanakan tanggungjawab
professional dengan kemampuan
terbaik yang dimiliki anggota.
f.
Ruang
lingkup dan
sifat jasa
Seorang
anggota dalam praktik–publik
harus memerhatikan prinsip-prinsip dari
kode etik profesional dalam menentukan lingkup
dan sifat
jasa yang akan disediakan.
1.3.
Sistem
Pengendalian Mutu
Sistem
pengendalian mutu merupakan suatu konsep yang mensyaratkan bahwa suatu KAP
diharuskan untuk mentaati peraturan dan standar yang berlaku serta harus
menggunakan kemahiran profesinya secara sungguh-sungguh dalam memberikan jasanya
sehingga KAP tersebut dapat memenuhi tanggung jawab profesinya.
Menurut Arens
dan Loebbecke (2000:12), bahwa konsep pengendalian mutu bagi suatu kantor
akuntan dapat dijelaskan seperti berikut: “Quality
Control is the procedures used by CPA firm that help it meet those standars
consistenly on every engagemen.”Oleh karena itu Quality Control memiliki
tujuan yaitu mengendalikan, menseleksi, menilai kualitas terhadap produk
(barang/jasa) yang tidak sesuai dengan standar mutu yang diinginkan (second quality) secara terus menerus,
sehingga perusahaan tidak mengalami kerugian dan konsumen merasa puas.
Total Quality Control
adalah berbagai kegiatan di dalam penyelidikan dan pengembangan, produksi,
penjualan, dan pelayanan purna jual dengan cara rasional untuk mencapai
kepuasan tingkat yang paling ekonomis (Wignjosoebroto, 2013). Pengendalian
kualitas (quality control) adalah tehnik-tehnik pemakaian dan kegiatan-kegiatan
untuk mencapai, memperpanjang dan memperbaiki mutu produk ataupun pelayanan.
1) Pengertian
sistem pengendalian mutu Pengertian Pengendalian Mutu atau Total Quality Control menurut beberapa ahli :
Menurut
Sofjan Assauri (2004:210) menyatakan bahwa: “Pengendalian mutu adalah kegiatan
untuk memastikan apakah kebijaksanaan dalam hal mutu (standar) dapat tercermin
dalam hasil akhir.”
Menurut
Amin Widjaja Tunggal ( 2004: 210 ) menyatakan bahwa: “ Pengendalian kualitas
adalah mengolah organisasi secara keseluruhan agar organisasi memperoleh
keunggulan pada semua dimensi dari produk, dan jasa penting bagi pelanggan.”
2) Unsur-unsur
system pengendalian mutu, sebagaimana terdapat dalam SPM seksi 100 ( PSPM No.
01 ) Sistem Pengendalian Mutu Kantor Akuntan Publik akan dibahas 19 berdasarkan
pengelompokan: SPM seksi 100 ( PSPM No. 1 ) sebagai
berikut:
1. Independensi
KAP
harus merumuskan kebijakan dan prosedur untuk memberikan keyakinan memadai
bahwa, pada setiap tingkat organisasi, semua personel mempertahankan
independensi sebagimana diatur oleh Kode Etik Profesi Akuntan Publik.
2. Perikatan
Personel
KAP
harus merumuskan kebijakan dan prosedur pengendalian mutu meengenai perikatan
personel untuk memberikan keyakinan memadai bahwa perikatan akan dilaksanakan
oleh staf professional yang memiliki tingkat pelatihan dan keahlian teknis
untuk perikatan tersebut.
3. Konsultasi
KAP
harus merumuskan kebijakan dan prosedur pengendalian mutu mengenai konsultasi
untuk memberikan keyakinan memadai bahwa personel akan memperoleh informasi
memadai sesuai yang dibutuhkan dari orang yang memiliki tingkat pengetahuan,
kompetensi, pertimbangan (judgement), dan wewenang memadai.
4. Supervisi
KAP harus merumuskan
kebijakan dan prosedur pengendalian mutu mengenai pelaksanaan dan supervisi
perikatan untuk memberikan keyakinan yang memadai bahwa pelaksanaan perikatan
memenuhi standar 20 mutu yang ditetapkan oleh KAP. Lingkup supervise dan review
yang sesuai pada suatu kondisi tertentu tergantung atas beberapa faktor, antara
lain kerumitan masalah, kualiifikasi staf pelaksana perikatan, dan lingkup
konsultasi yang tersedia dan yang telah digunakan.
5. Pemekerjaan
( Hiring )
KAP
harus merumuskan kebijakan dan prosedur pengendalian mutu mengenai pemekerjaan
untuk memberikan keyakinan memadai bahwa semua orang yang dipekerjakan memiliki
kerakteristik seemestinya, sehingga kemungkinan mereka melakukan perikatan
secara kompeten. Mutu pekerjaan KAP akhirnya tergantung atas intergritas,
kompetensi dan motivasi personel yang melaksanakan dan melakukan supervisi
pekerjaan.
6. Pengembangan
Profesional
KAP harus merumuskan
kebijakan dan prosedur pengendalian mutu mengenai pengembangan profesional
untuk memberikan keyakinan yang memadai sehingga memungkinkan mereka memenuhi
tanggung jawabnya.
7. Promosi
( Advancement)
KAP harus merumuskan
kebijakan dan prosedur pengendalian mutu mengenai promosi personel untuk
memberikan keyakinan yang memadai bahwa semua personel yang terseleksi untuk
promosi memilki kualifikasi seperti yang disyaratkan untuk tingkat 21 tanggung
jawab yang lebih tinggi. Kualifikasi personel terseleksi untuk promosi harus
mencakup, namun tidak terbatas pada, karakter, intelejensi, pertimbangan (
judgement ), dan motivasi.
8. Penerimaan
dan Berkelanjutan Klien
KAP harus merumuskan
kebijakan dan prosedur pengendalian mutu untuk menentukan apakah perikatan dari
klien akan diterima atau dilanjutkan untuk meminimumkkan kemungkinan terjadinya
hubungan dengan klien yang manajemennya tidak memiliki integritas.
9. Inspeksi
KAP
harus merumuskan kebijakan dan prosedur pengendalian mutu mengenai inspeksi untuk
memberikan keyakinan memadai bahwa prosedur yang berhubungan dengan unsur-unsur
lain pengendalian mutu telah diterapkan dengan efektif. Jenis prosedur inspeksi
yang akan digunakan tergantung pada pengendalian yang ditetapkan oleh KAP dan
penetapan tanggung jawab di KAP untuk melaksanakan kebijakan dan prosedur
pengendalian mutunya
3) Prosedur
Pengendalian Mutu
KAP
wajib mempertimbangkan setiap unsur pengendalian mutu yang akan dibahas, sejauh
mana akan diterapkan dalam pratiknya, dalam menentukan kebijakan dan prosedur
pengendalian mutu lainnya. Unsur-unsur pengendalian mutu berhubungan satu
samalain, oleh karena itu, praktik pemekerjaan KAP memengaruhi kebijakan
pelatihannya dan praktik-praktik lainnya. Untuk memenuhi ketentuan yang
dimaksud, KAP wajib membuat kebijakan dan Prosedur pengendalian Mutu mengenai :
1. Independensi
yaitu meyakinkan semua personel pada setiap tingkat organisasi harus
mempertahankan independensi
2. Perikatan
Personel yaitu meyakinkan bahwa perikatan akan dilaksanakan oleh staf
profesional yang memiliki tingkat pelatihan dan keahlian teknis untuk perikatan
dimaksud
3. Konsultasi
yaitu meyakinkan bahwa personel akan memperoleh informasi memadai sesuai yang
dibutuhkan dari orang yang memiliki tingkat pengetahuan, kompetensi,
pertimbangan (judgement), dan
wewenang memadai
4. Supervisi
yaitu meyakinkan bahwa pelaksanaan perikatan memenuhi standar mutu yang
ditetapkan oleh KAP
5. Pemekerjaan
(Hiring) yaitu meyakinkan bahwa semua orang yang dipekerjakan memiliki
karakteristik semestinya, sehingga memungkinkan mereka melakukan perikatan
secara kompeten
6. Pengembangan
Profesional yaitu meyakinkan bahwa setiap personel memiliki pengetahuan memadai
sehingga memungkinkan mereka memenuhi tanggung jawabnya. Pendidikan profesional
berkelanjutan dan pelatihan merupakan wahana bagi KAP untuk memberikan
pengetahuan memadai bagi personelnya untuk memenuhi tanggung jawab mereka dan
untuk kemajuan karier mereka di KAP
7. Promosi
(Advancement) yaitu meyakinkan bahwa
semua personel yang terseleksi untuk promosi memiliki kualifikasi seperti yang
disyaratkan untuk tingkat tanggung jawab yang lebih tinggi.
8. Penerimaan
Dan Keberlanjutan Klien yaitu menentukan apakah perikatan dari klien akan
diterima atau dilanjutkan untuk meminimumkan kemungkinan terjadinya hubungan
dengan klien yang manajemennya tidak memiliki integritas berdasarkan pada
prinsip pertimbangan kehati-hatian (prudence)
9. Inspeksi
yaitu meyakinkan bahwa prosedur yang berhubungan dengan unsur-unsur lain
pengendalian mutu telah diterapkan dengan efektif.
1.4. Penerimaan Perikatan
Audit
Hartwell,
Lightle, and Moreland (2001:31) dalam Mutia (2015) menyatakan bahwa Risiko
perikatan yang sering dihadapi oleh KAP adalah risiko yang berkaitan dengan
klien yang tidak menyenangkan atau tidak diinginkan.karena dalam perikatan
audtor sering ganti sehingga dapat mengindikasi sebagai potensi suara klien
yang berkurang, etika manajemen atau memiliki masalah keuangan yang signifikan.
jika auditor berhubungan dengan klien seperti ini dapat menyebabkan kerugian
bagi KAP dalam hal reputasi, masalah hukum, fee tidak dibayar atau
menyalahgunakan waktu.
Oleh
karena itu, dalam menerima perikatan klien auditor harus membuat perencanaan
dan mencari bukti apakah manejemen itu memiliki itegritas yang baik atau tidak.
sehingga dalam keputusan penerimaan klien memberikan kesempatan khusus kepada
KAP untuk mengevaluasi dan mengurangi risiko. Auditor harus mempertimbangkan
informasi dari berbagai sumber ketika mengevaluasi klien potensial.Standar
kualitas pengendalian (Quality Control
Standards) dari AICPA mewajibkan KAP untuk mengembangkan kebijakan dan
prosedur penerimaan klien dalam rangka meminimalkan kemungkinan berhubungan
dengan klien yang integritas manajemennya rendah.
1.5. Pemahaman Mengenai
Risiko Perikatan (Engagement Risk)
Dalam setiap perikatan
audit, tahap perencanaan perikatan (audit planning) merupakan hal yang sangat
penting bagi KAP dalam menerima atau menolak klien. Risiko yang utama dan
sangat penting dalam tahap perencanaan audit (audit planning) bagi KAP adalah
melakukan manajemen risiko pada tahap keputusan untuk menerima atau menolak
klien (client’s acceptance or continuance)
sebagai tahap pertama dalam upaya menghambat risiko yang akan mereka hadapi.
karena meningkatnya kasus tuntutan hukum (litigasi) terhadap KAP dan kompetisi
yang sangat ketat di antara mereka untuk mendapatkan klien sehingga auditor
membuat manajemen risiko bagi KAP (Wondabio,
2006).
Oleh karena itu,
KAP harus merumuskan kebijakan dan prosedur pengendalian mutu untuk menentukan
apakan perikatan dari klien akan diterima atau dilanjutkan untuk meminimumkan
kemungkinan terjadinya hubungan dengan klien yang manajemennya tidak memiliki
integritas (SPAP, SPM Seksi 200). Terdapat korelasi positif antara risiko
bisnis dengan fee audit, yaitu apabila auditor dihadapkan dengan risiko bisnis
yang tinggi, maka akan menambah jam pemeriksaan sehingga berdampak terhadap
peningkatan fee audit (Bell, Timothy B and Landsman, Wyne R, 2000 dalam
Wondabio, 2006).
Konsep risiko
perikatan (engagement risk) pada
umumnya dikategorikan menjadi 3 (tiga), yaitu: client business risk, audit riskdan auditor’s business risk.Penjelasan
secara rinci atas ketiga hal tersebut dapat dilihat dari penjelasan berikut
ini.
1. Risiko Bisnis Klien (Client’s
Business Risk)
Risiko bisnis klien adalah risiko dimana
klien akan gagal mencapai tujuannya, yang berhubungan dengan (1) Keandalan
pelaporan keuangan, (2)Efisiensi dan efektivitas operasi, dan (3) Kepatuhan
terhadap hukum dan pemerintah (Arens dkk, 2005). Risiko bisnis ini bisa muncul
dari banyak faktor yang mempengaruhi klien dan lingkungannya.
Untuk menilai risiko bisnis klien,
auditor harus memahami bisnis dan industri klien, yaitu melalui pendekatan
strategi sistem:
a.
Industry and External Environment
b.
Business Operations and Processes
c.
Management and Governance
d.
Objectives and Strategies
e.
Measurement and Performance
2. Risiko Audit
Risiko audit adalah risiko yang timbul
karena auditor tanpa disadari tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana
mestinya atas laporan keuangan yang mengandung salah saji material. Salah saji
material bisa terjadi karena adanya kesalahan (error) atau kecurangan (fraud).
Error merupakan kesalahan yang tidak disengaja (unintentional mistakes) sedangkan Fraud merupakan kecurangan yang
disengaja, bisa dilakukan oleh pegawai perusahaan (misalnya penyalahgunaan
harta perusahaan untuk kepentingan pribadi) atau oleh manajemen dalam bentuk
rekayasa laporan keuangan
3.
Risiko Bisnis Auditor
Risiko bisnis auditor adalah risiko
dimana auditor atau kantor akuntan publik akan menderita kerugian karena
melakukan perikatan, meskipun laporan audit yang dibuat untuk klien sudah
benar, misalnya :
a. Tuntutan
pengendalian oleh pihak yang merasa dirugikan karena penggunaan jasa dari
kantor akuntan publik.
b. Sanksi
hukuman yang ditetapkan oleh organisasi profesi seperti IAI.
c. Hukuman
masyarakat berupa tuduhan yang sifatnya menjelekkan atau menilai rendah
reputasi suatu kantor akuntan publik, dan berusaha untuk tidak menggunakan
jasanya.
d. Kemungkinan
tidak dibayar oleh klien.
1.6. Cara Auditor Mewujudkan Perilaku
Profesional
Menurut
Mulyadi (2002) menyebutkanbahwa pencapaian kompetensi profesional akan
memerlukan standar pendidikan umum yang tinggi diikuti oleh pendidikan khusus,
pelatihan dan uji profesional dalam subyek-subyek (tugas) yang relevan dan juga
adanya pengalaman kerja. Oleh karena itu untuk mewujudkan Profesionalisme
auditor, dilakukan beberapa cara antara lain pengendalian mutu auditor, review
oleh rekan sejawat, pendidikan profesi berkelanjutan, meningkatkan ketaatan
terhadap hukum yang berlaku dan taat terhadap kode perilaku profesional. IAI
berwenang menetapkan standar (yang merupakan pedoman) dan aturan yang harus
dipatuhi oleh seluruh anggota termasuk setiap kantor akuntan publik lain yang
beroperasi sebagai auditor independen. Persyaratan-persyaratan ini dirumuskan
oleh komite-komite yang dibentuk oleh IAI.
IAI
berwenang menetapkan standar (yang merupakan pedoman) dan aturan yang harus
dipatuhi oleh seluruh anggota termasuk setiap kantor akuntan publik lain yang
beroperasi sebagai auditor independen. Persyaratan-persyaratan ini dirumuskan
oleh komite-komite yang dibentuk oleh IAI.Ada tiga bidang utama di mana IAI
berwenang menetapkan standar dan memuat aturan yang bisa meningkatkan perilaku
prefesional seorang auditor.
1)
Standar auditing.
Komite Standar Profesional Akuntan
Publik(Komite SPAP) IAI bertanggung jawab untuk menerbitkan standar auditing.
Standar ini disebut sebagai Pernyataan Standar Auditing atau PSA (sebelumnya
disebut sebagai NPA dan PNPA).Di Amerika Serikat pernyataan ini disebut sebagai
SAS (Statement on Auditing Standard)
yang dikeluarkan oleh Auditing Standard
Boards (ASB). Pada tanggal 10 November 1993 dan 1 Agustus 1994 pengurus
pusat IAI telah mengesahkan sejumlah pernyataanstandar auditing (sebelumnya
disebut sebagai Norma PemeriksaanAkuntan/NPA). Penyempurnaan terutama sekali
bersumber pada SAS dengan pernyesuaian terhadap kondisi Indonesia dan standar
auditing internasional.
2)
Standar kompilasi dan penelaahan
laporan keuangan.
Bidang ini mencakup dua jenis jasa,
pertama untuk situasi dimana auditor membantu kliennyamenyusun laporan keuangan
tanpa memberikan jaminan mengenaiisinya (jasa kompilasi). Kedua, untuk situasi
dimana akuntanmelakukan prosedur-prosedur pengajuan pertanyaan dan
analitistertentu sehingga dapat memberikan suatu keyakinan terbatasbahwa tidak diperlukan perubahan
apapun terhadap laporankeuangan bersangkutan (jasa review).
3)
Standar atestasi lainnya.
Tahun 1986, AICPA menerbitkan Statements on Standarts for Atestation
Engagement. IAI sendiri mengeluarkan beberapa pernyataan standar atestasi
pada 1 Agustus 1994 pernyataan ini mempunyai fungsi ganda, pertama, sebagai
kerangka yang harus diikuti oleh badan penetapan standar yang adadalam IAI
untuk mengembangkan standar yang terinci mengenaijenis jasa atestasi yang
spesifik. Kedua, sebagai kerangka pedomanbagi para praktisi bila tidak terdapat
atau belum ada standar spesifik seperti itu.
1.7.Audit tenure
atau masa kerja
Masalah
audit tenure atau masa kerja dengan klien sudah diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor:17/PMK.01/2008 tentang jasa akuntan publik. Peraturan menteri
tersebut membatasi masa kerja auditor paling lama 3 tahun untuk klien yang
sama, sementara untuk Kantor Akuntan Publik (KAP) sampai 6 tahun. Pembatasan
ini dimaksudkan agar auditor tidak terlalu dekat dengan klien sehingga dapat
mencegah terjadinya skandal akuntansi.
Hal
ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Supriyono (1988 : 6)
dalam Hardiningsih (2010) menghasilkan temuan yang beragam diantaranya bahwa perikatan
audit yang terlalu lama kemungkinan dapat mendorong akuntan publik kehilangan
independensinya, karena akuntan publik tersebut merasa puas, kurang inovasi,
dan kurang ketat dalam melaksanakan prosedur audit. Sebaliknya, perikatan audit
yang lama kemungkinan dapat pula meningkatkan independensi karena akuntan
publik sudah familiar, pekerjaan dapat dilaksanakan dengan efisien dan lebih
tahan terhadap tekanan klien, sehingga semakin tinggi independensi auditor
semakin tinggi pula integritas pelaporan keuangan yang dihasilkan.
1.8.
Hal
Yang Dapat Mengurangi Profesional Auditor
Menurut IAI (2016) Ancaman dapat
timbul melalui beragam jenis hubungan dan keadaan. Ketika suatu hubungan atau
keadaan menimbulkan suatu ancaman, maka
ancaman tersebut dapat mengurangi, atau dianggap dapat mengurangi, kepatuhan Akuntan
Profesional terhadap prinsip dasar etika. Suatu hubungan atau keadaan dapat menimbulkan
lebih dari satu ancaman dan suatu ancaman dapat memengaruhi kepatuhan pada
lebih dari satu prinsip dasar etika. Ancaman dapat dikategorikan menjadi:
1.
Ancaman kepentingan pribadi (self-interest threat), yaitu ancaman
yang terkait dengan kepentingan keuangan atau kepentingan lain yang akan
memengaruhi pertimbangan atau perilaku Akuntan Profesional secara tidak layak;
2.
Ancaman telaah pribadi (self-review threat), yaitu ancaman
yang terjadi akibat dari Akuntan
Profesional tidak dapat sepenuhnya melakukan evaluasi atas pertimbangan yang
dilakukan atau jasa yang diberikan oleh Akuntan Profesional lain pada Kantor
Akuntan atau organisasi tempatnya bekerja yang akan digunakan oleh Akuntan
Profesional untuk melakukan pertimbangan sebagai bagian dari jasa yang sedang
diberikan;
3.
Ancaman advokasi (advocacy threat), yaitu ancaman yang
terjadi ketika Akuntan Profesional akan mempromosikan posisi klien atau
organisasi tempatnya bekerja sampai pada titik yang dapat mengurangi
objektivitasnya;
4.
Ancaman kedekatan (familiarity threat), yaitu ancaman yang
terjadi ketika Akuntan Profesional terlalu bersimpati pada kepentingan klien
atau organisasi tempatnya bekerja, atau terlalu mudah menerima hasil pekerjaan
mereka, karena hubungan yang dekat dan telah berlangsung lama dengan klien atau
organisasi tempatnya bekerja; dan
5.
Ancaman intimidasi (intimidation threat), yaitu ancaman yang
terjadi ketika Akuntan Profesional dihalangi untuk bertindak secara objektif
karena tekanan yang nyata atau dirasakan, termasuk upaya memengaruhi Akuntan
Profesional secara tidaksepantasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar