• Breaking News

    MUHAJIRHAKIM

    Kamis, 27 Juli 2017

    Konsep Profesionalime

    PEMBAHASAN

    1.1.  Konsep Profesionalisme
    Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia profesional dalah pekerjaan dimana dari pekerjaan tersebut seseorang bias mendapatkan sesuatu untuk hidup, professional dapat diartikan bahwa professional itubersifat atau memiliki keahlian dan keterampilan Karena pendidikan dan pelatihan (Badudu dan Sutan, 2002: 848). Profesional adalah standar umum yang mengatur sikap mental independen auditor dalam menjalankan tugasnya, sikap mental bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain, serta adanya kejujuran pada diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang objektif tidak memihak pada diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya (Mulyadi, 2002:26).  Oleh karena itu, professional itu mempunya imakna yang berhubungan dengan profesi yang memiliki kepandaian khusus dalam menjalankannya. Professional mengacu kepada sikap atau mental dalam bentuk komitmen dari para anggota profesi dalam mewujudkan atau meningkatkan kualitas profesionlanya.
    Menurut Hall dalam Marcellina dan Sugeng (2009) mengemukakan ada lima konsep dari profesionalisme, yaitu:
    a)       Hubungan dengan sesame profesi (community afiliation)
    Yaitu menggunakan ikatan profesi sebagai acuan, termasuk di dalamnya organisasi formal dan kelompok-kelompok kolega informal sebagai sumber ide utama dalam melaksanakan pekerjaan.
    b)      Kewajiban sosial (social obligation)
    Merupakan pandangan tentang pentingnya profesi serta manfaat yang diperoleh baik oleh masyarakat maupun professional karenaa dan ya pekerjaan tersebut.
    c)      Keyakinan terhadap peraturan sendiri atau profesi (belief self regulation)
    Maksudnya bahwa yang paling berwenang dalam menilai pekerjaan professional dalah rekan sesame profesi, bukan orang luar yang tidak memiliki kemampuan dalam bidang ilmu dan pekerjaan mereka.
    d)     Dedikasi pada profesi (dedication)
    Dicerminkan dengan menggunakan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki serta keteguhan untuk tetap melaksanakan pekerjaan meskipun imbalan ekstrinsik kurang. Sikap ini merupakan ekspresi dari pencurahan diri yang total terhadap pekerjaan sehingga kompensasi utama yang diharapkan dari pekerjaan adalah kepuasan rohani setelah itu baru materi.
    e)      Kebutuhan untuk mandiri (autonomy demand)
    Merupakan suatu pandangan bahwa seseorang yang professional harus mampu membuat keputusan sendiritan patekanan pihak lain (pemerintah, klien dan mereka yang bukan anggota profesi).Setiap ada campur tangan dari luar dianggap sebagai hambatan kemandirian secara profesionaI.

    1.2.      Prinsip-Prinsip Etika Perilaku Profesional
    Prinsip–prinsip etika menurut AICPA dalam Arens, Elder; Beasley (2015) sebagai berikut:
    a.       TanggungJawab
    Dalam melaksanakan tanggung jawab mereka sebagai professional, anggota harus menerapkan penilaian professional dan moral yang sensitive dalam segala kegiatannya.
    b.      KepentinganUmum
    Anggota harus menerima kewajiban mereka untuk bertindak dengan cara yang dapat melayani kepentingan publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen terhadap profesionalisme.
    c.       Integritas
    Untuk mempertahankan dan memperluas kepercayaan masyarakat, anggota harus melakukan semua tanggungjawab professional dengan integritas tertinggi.
    d.      Objectivitas dan Independensi
    Seorang anggota harus mempertahankan objectivitas professional, sertaharus independen dalam penyajian fakta dan tampilan ketika memberikan layanan audit dan jasa atestasi lainnya.
    e.       Keseksamaan
    Seorang anggota harus mematuhi standar teknis dan etisprofesi, berusaha terus menerus untuk menigkatkan kompetensi dan layanan dalam melaksanakan tanggungjawab professional dengan kemampuan terbaik yang dimiliki anggota.

    f.       Ruang lingkup dan sifat jasa
    Seorang anggota dalam praktik–publik harus memerhatikan prinsip-prinsip dari kode etik profesional dalam menentukan lingkup dan sifat jasa yang akan disediakan.
    1.3.      Sistem Pengendalian Mutu
    Sistem pengendalian mutu merupakan suatu konsep yang mensyaratkan bahwa suatu KAP diharuskan untuk mentaati peraturan dan standar yang berlaku serta harus menggunakan kemahiran profesinya secara sungguh-sungguh dalam memberikan jasanya sehingga KAP tersebut dapat memenuhi tanggung jawab profesinya.
    Menurut Arens dan Loebbecke (2000:12), bahwa konsep pengendalian mutu bagi suatu kantor akuntan dapat dijelaskan seperti berikut: “Quality Control is the procedures used by CPA firm that help it meet those standars consistenly on every engagemen.”Oleh karena itu Quality Control memiliki tujuan yaitu mengendalikan, menseleksi, menilai kualitas terhadap produk (barang/jasa) yang tidak sesuai dengan standar mutu yang diinginkan (second quality) secara terus menerus, sehingga perusahaan tidak mengalami kerugian dan konsumen merasa puas.
    Total Quality Control adalah berbagai kegiatan di dalam penyelidikan dan pengembangan, produksi, penjualan, dan pelayanan purna jual dengan cara rasional untuk mencapai kepuasan tingkat yang paling ekonomis (Wignjosoebroto, 2013). Pengendalian kualitas (quality control) adalah tehnik-tehnik pemakaian dan kegiatan-kegiatan untuk mencapai, memperpanjang dan memperbaiki mutu produk ataupun pelayanan.
    1)     Pengertian sistem pengendalian mutu Pengertian Pengendalian Mutu atau Total Quality Control menurut beberapa ahli :
    Menurut Sofjan Assauri (2004:210) menyatakan bahwa: “Pengendalian mutu adalah kegiatan untuk memastikan apakah kebijaksanaan dalam hal mutu (standar) dapat tercermin dalam hasil akhir.”
    Menurut Amin Widjaja Tunggal ( 2004: 210 ) menyatakan bahwa: “ Pengendalian kualitas adalah mengolah organisasi secara keseluruhan agar organisasi memperoleh keunggulan pada semua dimensi dari produk, dan jasa penting bagi pelanggan.”
    2)     Unsur-unsur system pengendalian mutu, sebagaimana terdapat dalam SPM seksi 100 ( PSPM No. 01 ) Sistem Pengendalian Mutu Kantor Akuntan Publik akan dibahas 19 berdasarkan pengelompokan: SPM seksi 100 ( PSPM No. 1 ) sebagai berikut:

    1.      Independensi
    KAP harus merumuskan kebijakan dan prosedur untuk memberikan keyakinan memadai bahwa, pada setiap tingkat organisasi, semua personel mempertahankan independensi sebagimana diatur oleh Kode Etik Profesi Akuntan Publik.
    2.      Perikatan Personel
    KAP harus merumuskan kebijakan dan prosedur pengendalian mutu meengenai perikatan personel untuk memberikan keyakinan memadai bahwa perikatan akan dilaksanakan oleh staf professional yang memiliki tingkat pelatihan dan keahlian teknis untuk perikatan tersebut.
    3.      Konsultasi
    KAP harus merumuskan kebijakan dan prosedur pengendalian mutu mengenai konsultasi untuk memberikan keyakinan memadai bahwa personel akan memperoleh informasi memadai sesuai yang dibutuhkan dari orang yang memiliki tingkat pengetahuan, kompetensi, pertimbangan (judgement), dan wewenang memadai.
    4.      Supervisi
    KAP harus merumuskan kebijakan dan prosedur pengendalian mutu mengenai pelaksanaan dan supervisi perikatan untuk memberikan keyakinan yang memadai bahwa pelaksanaan perikatan memenuhi standar 20 mutu yang ditetapkan oleh KAP. Lingkup supervise dan review yang sesuai pada suatu kondisi tertentu tergantung atas beberapa faktor, antara lain kerumitan masalah, kualiifikasi staf pelaksana perikatan, dan lingkup konsultasi yang tersedia dan yang telah digunakan.
    5.      Pemekerjaan ( Hiring )
    KAP harus merumuskan kebijakan dan prosedur pengendalian mutu mengenai pemekerjaan untuk memberikan keyakinan memadai bahwa semua orang yang dipekerjakan memiliki kerakteristik seemestinya, sehingga kemungkinan mereka melakukan perikatan secara kompeten. Mutu pekerjaan KAP akhirnya tergantung atas intergritas, kompetensi dan motivasi personel yang melaksanakan dan melakukan supervisi pekerjaan.



    6.      Pengembangan Profesional
    KAP harus merumuskan kebijakan dan prosedur pengendalian mutu mengenai pengembangan profesional untuk memberikan keyakinan yang memadai sehingga memungkinkan mereka memenuhi tanggung jawabnya.
    7.      Promosi ( Advancement)
    KAP harus merumuskan kebijakan dan prosedur pengendalian mutu mengenai promosi personel untuk memberikan keyakinan yang memadai bahwa semua personel yang terseleksi untuk promosi memilki kualifikasi seperti yang disyaratkan untuk tingkat 21 tanggung jawab yang lebih tinggi. Kualifikasi personel terseleksi untuk promosi harus mencakup, namun tidak terbatas pada, karakter, intelejensi, pertimbangan ( judgement ), dan motivasi.
    8.      Penerimaan dan Berkelanjutan Klien
    KAP harus merumuskan kebijakan dan prosedur pengendalian mutu untuk menentukan apakah perikatan dari klien akan diterima atau dilanjutkan untuk meminimumkkan kemungkinan terjadinya hubungan dengan klien yang manajemennya tidak memiliki integritas.
    9.      Inspeksi
    KAP harus merumuskan kebijakan dan prosedur pengendalian mutu mengenai inspeksi untuk memberikan keyakinan memadai bahwa prosedur yang berhubungan dengan unsur-unsur lain pengendalian mutu telah diterapkan dengan efektif. Jenis prosedur inspeksi yang akan digunakan tergantung pada pengendalian yang ditetapkan oleh KAP dan penetapan tanggung jawab di KAP untuk melaksanakan kebijakan dan prosedur pengendalian mutunya
    3)   Prosedur Pengendalian Mutu
    KAP wajib mempertimbangkan setiap unsur pengendalian mutu yang akan dibahas, sejauh mana akan diterapkan dalam pratiknya, dalam menentukan kebijakan dan prosedur pengendalian mutu lainnya. Unsur-unsur pengendalian mutu berhubungan satu samalain, oleh karena itu, praktik pemekerjaan KAP memengaruhi kebijakan pelatihannya dan praktik-praktik lainnya. Untuk memenuhi ketentuan yang dimaksud, KAP wajib membuat kebijakan dan Prosedur pengendalian Mutu mengenai :
    1.   Independensi yaitu meyakinkan semua personel pada setiap tingkat organisasi harus mempertahankan independensi
    2.   Perikatan Personel yaitu meyakinkan bahwa perikatan akan dilaksanakan oleh staf profesional yang memiliki tingkat pelatihan dan keahlian teknis untuk perikatan dimaksud
    3.   Konsultasi yaitu meyakinkan bahwa personel akan memperoleh informasi memadai sesuai yang dibutuhkan dari orang yang memiliki tingkat pengetahuan, kompetensi, pertimbangan (judgement), dan wewenang memadai
    4.   Supervisi yaitu meyakinkan bahwa pelaksanaan perikatan memenuhi standar mutu yang ditetapkan oleh KAP
    5.   Pemekerjaan (Hiring) yaitu meyakinkan bahwa semua orang yang dipekerjakan memiliki karakteristik semestinya, sehingga memungkinkan mereka melakukan perikatan secara kompeten
    6.   Pengembangan Profesional yaitu meyakinkan bahwa setiap personel memiliki pengetahuan memadai sehingga memungkinkan mereka memenuhi tanggung jawabnya. Pendidikan profesional berkelanjutan dan pelatihan merupakan wahana bagi KAP untuk memberikan pengetahuan memadai bagi personelnya untuk memenuhi tanggung jawab mereka dan untuk kemajuan karier mereka di KAP
    7.   Promosi (Advancement) yaitu meyakinkan bahwa semua personel yang terseleksi untuk promosi memiliki kualifikasi seperti yang disyaratkan untuk tingkat tanggung jawab yang lebih tinggi.
    8.   Penerimaan Dan Keberlanjutan Klien yaitu menentukan apakah perikatan dari klien akan diterima atau dilanjutkan untuk meminimumkan kemungkinan terjadinya hubungan dengan klien yang manajemennya tidak memiliki integritas berdasarkan pada prinsip pertimbangan kehati-hatian (prudence)
    9.   Inspeksi yaitu meyakinkan bahwa prosedur yang berhubungan dengan unsur-unsur lain pengendalian mutu telah diterapkan dengan efektif.

    1.4. Penerimaan Perikatan Audit
    Hartwell, Lightle, and Moreland (2001:31) dalam Mutia (2015) menyatakan bahwa Risiko perikatan yang sering dihadapi oleh KAP adalah risiko yang berkaitan dengan klien yang tidak menyenangkan atau tidak diinginkan.karena dalam perikatan audtor sering ganti sehingga dapat mengindikasi sebagai potensi suara klien yang berkurang, etika manajemen atau memiliki masalah keuangan yang signifikan. jika auditor berhubungan dengan klien seperti ini dapat menyebabkan kerugian bagi KAP dalam hal reputasi, masalah hukum, fee tidak dibayar atau menyalahgunakan waktu.
    Oleh karena itu, dalam menerima perikatan klien auditor harus membuat perencanaan dan mencari bukti apakah manejemen itu memiliki itegritas yang baik atau tidak. sehingga dalam keputusan penerimaan klien memberikan kesempatan khusus kepada KAP untuk mengevaluasi dan mengurangi risiko. Auditor harus mempertimbangkan informasi dari berbagai sumber ketika mengevaluasi klien potensial.Standar kualitas pengendalian (Quality Control Standards) dari AICPA mewajibkan KAP untuk mengembangkan kebijakan dan prosedur penerimaan klien dalam rangka meminimalkan kemungkinan berhubungan dengan klien yang integritas manajemennya rendah.
    1.5. Pemahaman Mengenai Risiko Perikatan (Engagement Risk)
    Dalam setiap perikatan audit, tahap perencanaan perikatan (audit planning) merupakan hal yang sangat penting bagi KAP dalam menerima atau menolak klien. Risiko yang utama dan sangat penting dalam tahap perencanaan audit (audit planning) bagi KAP adalah melakukan manajemen risiko pada tahap keputusan untuk menerima atau menolak klien (client’s acceptance or continuance) sebagai tahap pertama dalam upaya menghambat risiko yang akan mereka hadapi. karena meningkatnya kasus tuntutan hukum (litigasi) terhadap KAP dan kompetisi yang sangat ketat di antara mereka untuk mendapatkan klien sehingga auditor membuat manajemen risiko bagi KAP (Wondabio, 2006).
    Oleh karena itu, KAP harus merumuskan kebijakan dan prosedur pengendalian mutu untuk menentukan apakan perikatan dari klien akan diterima atau dilanjutkan untuk meminimumkan kemungkinan terjadinya hubungan dengan klien yang manajemennya tidak memiliki integritas (SPAP, SPM Seksi 200). Terdapat korelasi positif antara risiko bisnis dengan fee audit, yaitu apabila auditor dihadapkan dengan risiko bisnis yang tinggi, maka akan menambah jam pemeriksaan sehingga berdampak terhadap peningkatan fee audit (Bell, Timothy B and Landsman, Wyne R, 2000 dalam Wondabio, 2006).
    Konsep risiko perikatan (engagement risk) pada umumnya dikategorikan menjadi 3 (tiga), yaitu: client business risk, audit riskdan auditor’s business risk.Penjelasan secara rinci atas ketiga hal tersebut dapat dilihat dari penjelasan berikut ini.
    1. Risiko Bisnis Klien (Client’s Business Risk)
    Risiko bisnis klien adalah risiko dimana klien akan gagal mencapai tujuannya, yang berhubungan dengan (1) Keandalan pelaporan keuangan, (2)Efisiensi dan efektivitas operasi, dan (3) Kepatuhan terhadap hukum dan pemerintah (Arens dkk, 2005). Risiko bisnis ini bisa muncul dari banyak faktor yang mempengaruhi klien dan lingkungannya.
    Untuk menilai risiko bisnis klien, auditor harus memahami bisnis dan industri klien, yaitu melalui pendekatan strategi sistem:
    a. Industry and External Environment
    b. Business Operations and Processes
    c. Management and Governance
    d. Objectives and Strategies
    e. Measurement and Performance
    2. Risiko Audit
    Risiko audit adalah risiko yang timbul karena auditor tanpa disadari tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya atas laporan keuangan yang mengandung salah saji material. Salah saji material bisa terjadi karena adanya kesalahan (error) atau kecurangan (fraud). Error merupakan kesalahan yang tidak disengaja (unintentional mistakes) sedangkan Fraud merupakan kecurangan yang disengaja, bisa dilakukan oleh pegawai perusahaan (misalnya penyalahgunaan harta perusahaan untuk kepentingan pribadi) atau oleh manajemen dalam bentuk rekayasa laporan keuangan
    3. Risiko Bisnis Auditor
    Risiko bisnis auditor adalah risiko dimana auditor atau kantor akuntan publik akan menderita kerugian karena melakukan perikatan, meskipun laporan audit yang dibuat untuk klien sudah benar, misalnya :
    a.       Tuntutan pengendalian oleh pihak yang merasa dirugikan karena penggunaan jasa dari kantor akuntan publik.
    b.      Sanksi hukuman yang ditetapkan oleh organisasi profesi seperti IAI.
    c.       Hukuman masyarakat berupa tuduhan yang sifatnya menjelekkan atau menilai rendah reputasi suatu kantor akuntan publik, dan berusaha untuk tidak menggunakan jasanya.
    d.      Kemungkinan tidak dibayar oleh klien.

    1.6. Cara Auditor Mewujudkan Perilaku Profesional
    Menurut Mulyadi (2002) menyebutkanbahwa pencapaian kompetensi profesional akan memerlukan standar pendidikan umum yang tinggi diikuti oleh pendidikan khusus, pelatihan dan uji profesional dalam subyek-subyek (tugas) yang relevan dan juga adanya pengalaman kerja. Oleh karena itu untuk mewujudkan Profesionalisme auditor, dilakukan beberapa cara antara lain pengendalian mutu auditor, review oleh rekan sejawat, pendidikan profesi berkelanjutan, meningkatkan ketaatan terhadap hukum yang berlaku dan taat terhadap kode perilaku profesional. IAI berwenang menetapkan standar (yang merupakan pedoman) dan aturan yang harus dipatuhi oleh seluruh anggota termasuk setiap kantor akuntan publik lain yang beroperasi sebagai auditor independen. Persyaratan-persyaratan ini dirumuskan oleh komite-komite yang dibentuk oleh IAI.
    IAI berwenang menetapkan standar (yang merupakan pedoman) dan aturan yang harus dipatuhi oleh seluruh anggota termasuk setiap kantor akuntan publik lain yang beroperasi sebagai auditor independen. Persyaratan-persyaratan ini dirumuskan oleh komite-komite yang dibentuk oleh IAI.Ada tiga bidang utama di mana IAI berwenang menetapkan standar dan memuat aturan yang bisa meningkatkan perilaku prefesional seorang auditor.

    1)        Standar auditing.
    Komite Standar Profesional Akuntan Publik(Komite SPAP) IAI bertanggung jawab untuk menerbitkan standar auditing. Standar ini disebut sebagai Pernyataan Standar Auditing atau PSA (sebelumnya disebut sebagai NPA dan PNPA).Di Amerika Serikat pernyataan ini disebut sebagai SAS (Statement on Auditing Standard) yang dikeluarkan oleh Auditing Standard Boards (ASB). Pada tanggal 10 November 1993 dan 1 Agustus 1994 pengurus pusat IAI telah mengesahkan sejumlah pernyataanstandar auditing (sebelumnya disebut sebagai Norma PemeriksaanAkuntan/NPA). Penyempurnaan terutama sekali bersumber pada SAS dengan pernyesuaian terhadap kondisi Indonesia dan standar auditing internasional.
    2)        Standar kompilasi dan penelaahan laporan keuangan.
    Bidang ini mencakup dua jenis jasa, pertama untuk situasi dimana auditor membantu kliennyamenyusun laporan keuangan tanpa memberikan jaminan mengenaiisinya (jasa kompilasi). Kedua, untuk situasi dimana akuntanmelakukan prosedur-prosedur pengajuan pertanyaan dan analitistertentu sehingga dapat memberikan suatu keyakinan  terbatasbahwa tidak diperlukan perubahan apapun terhadap laporankeuangan bersangkutan (jasa review).
    3)        Standar atestasi lainnya.
    Tahun 1986, AICPA menerbitkan Statements on Standarts for Atestation Engagement. IAI sendiri mengeluarkan beberapa pernyataan standar atestasi pada 1 Agustus 1994 pernyataan ini mempunyai fungsi ganda, pertama, sebagai kerangka yang harus diikuti oleh badan penetapan standar yang adadalam IAI untuk mengembangkan standar yang terinci mengenaijenis jasa atestasi yang spesifik. Kedua, sebagai kerangka pedomanbagi para praktisi bila tidak terdapat atau belum ada standar spesifik seperti itu.

    1.7.Audit tenure atau masa kerja
    Masalah audit tenure atau masa kerja dengan klien sudah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor:17/PMK.01/2008 tentang jasa akuntan publik. Peraturan menteri tersebut membatasi masa kerja auditor paling lama 3 tahun untuk klien yang sama, sementara untuk Kantor Akuntan Publik (KAP) sampai 6 tahun. Pembatasan ini dimaksudkan agar auditor tidak terlalu dekat dengan klien sehingga dapat mencegah terjadinya skandal akuntansi.
    Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Supriyono (1988 : 6) dalam Hardiningsih (2010) menghasilkan temuan yang beragam diantaranya bahwa perikatan audit yang terlalu lama kemungkinan dapat mendorong akuntan publik kehilangan independensinya, karena akuntan publik tersebut merasa puas, kurang inovasi, dan kurang ketat dalam melaksanakan prosedur audit. Sebaliknya, perikatan audit yang lama kemungkinan dapat pula meningkatkan independensi karena akuntan publik sudah familiar, pekerjaan dapat dilaksanakan dengan efisien dan lebih tahan terhadap tekanan klien, sehingga semakin tinggi independensi auditor semakin tinggi pula integritas pelaporan keuangan yang dihasilkan.



    1.8.       Hal Yang Dapat Mengurangi Profesional Auditor
    Menurut IAI (2016) Ancaman dapat timbul melalui beragam jenis hubungan dan keadaan. Ketika suatu hubungan atau keadaan menimbulkan suatu  ancaman, maka ancaman tersebut dapat mengurangi, atau dianggap  dapat mengurangi, kepatuhan Akuntan Profesional terhadap prinsip dasar etika. Suatu hubungan atau keadaan dapat menimbulkan lebih dari satu ancaman dan suatu ancaman dapat memengaruhi kepatuhan pada lebih dari satu prinsip dasar etika. Ancaman dapat dikategorikan menjadi:
    1.    Ancaman kepentingan pribadi (self-interest threat), yaitu ancaman yang terkait dengan kepentingan keuangan atau kepentingan lain yang akan memengaruhi pertimbangan atau perilaku Akuntan Profesional secara tidak layak;
    2.    Ancaman telaah pribadi (self-review threat), yaitu ancaman yang  terjadi akibat dari Akuntan Profesional tidak dapat sepenuhnya melakukan evaluasi atas pertimbangan yang dilakukan atau jasa yang diberikan oleh Akuntan Profesional lain pada Kantor Akuntan atau organisasi tempatnya bekerja yang akan digunakan oleh Akuntan Profesional untuk melakukan pertimbangan sebagai bagian dari jasa yang sedang diberikan;
    3.    Ancaman advokasi (advocacy threat), yaitu ancaman yang terjadi ketika Akuntan Profesional akan mempromosikan posisi klien atau organisasi tempatnya bekerja sampai pada titik yang dapat mengurangi objektivitasnya;
    4.    Ancaman kedekatan (familiarity threat), yaitu ancaman yang terjadi ketika Akuntan Profesional terlalu bersimpati pada kepentingan klien atau organisasi tempatnya bekerja, atau terlalu mudah menerima hasil pekerjaan mereka, karena hubungan yang dekat dan telah berlangsung lama dengan klien atau organisasi tempatnya bekerja; dan

    5.    Ancaman intimidasi (intimidation threat), yaitu ancaman yang terjadi ketika Akuntan Profesional dihalangi untuk bertindak secara objektif karena tekanan yang nyata atau dirasakan, termasuk upaya memengaruhi Akuntan Profesional secara tidaksepantasnya.

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

    Fashion

    ad

    Beauty

    Travel