SATYAM, OH...
SATYAM, ENRON-NYA INDIA:
Profesionalisma
Berujung Pidana
Oleh:
Muhajir R. Hakim
(Emerha)
NIM:
16 919 029
Universitas
Islam Indonesia, Yogyakarta
www.muhajirhakim.blogspot.co.id
Abstrak
Permasalahan/tujuan – Artikel ini
membahas tentang manipulasi laporan keuangan yang dilakukan secara bersama-sama
oleh manajemen dan auditor dimana keduanya terlibat dalam persekongkolan dan
memiliki benturan kepentingan yang masif. Peran ini dimainkan oleh Satyam dan
Pricewaterhouse Coopers. Permasalahan yang dibahas dalam kasus ini adalah
penyebab terjadinya kasus Satyam dan dampaknya serta penyebab auditor tidak dapat mendeteksi manipulasi laporan keuangan. Tujuan
dari artikel ini adalah membahas
dan menganalisis kasus Satyam dari perspektif etika profesi dan tanggungjawab
profesi agar menjadi pelajaran berharga di masa yang akan datang.
Pembahasan – Hasil analisis
menyimpulkan bahwa kesalahan auditor PWC dalam
mengaudit Satyam bukan karena auditor PWC itu tidak profesional tetapi karena
auditor PWC sudah “tuna etika”.
Banyak sekali kesalahan auditor yang sudah dilakukannya bahkan kesalahan yang
sama telah dilakukan berulang kali. Tidak jera mereka dalam kasus Enron sampai
berani melakukannya lagi dalam kasus Satyam. Profesionalisma itu kini tinggal
kenangan dan akhirnya berujung pada pidana. Ini adalah pelajaran
berharga tentang bagaimana pentingnya memulihkan kembali public trust terhadap mata rantai penyedia pelaporan korporasi.
Auditor harus berbenah diri mulai sekarang. Pegang teguh professional skepticism dan
professional judgement yang semestinya dalam audit karena skandal-skandal
besar masih akan ada di kemudian hari. Ingat bahwa ketamakan, keserakahan atau greed saat ini telah menembus segala
waktu dan tempat.
Kata Kunci – Profesionalisma, criminal negligence, Satyam, Pricewaterhouse
Coopers.
I.
Pendahuluan
Kalau
di Amerika Serikat kita mengenal peristiwa ambruknya Enron yang melakukan
kecurangan akuntansi bersama firma akuntansi ternama Arthur Andersen yang
kemudian disusul dengan dibubarkannya KAP tersebut, maka kasus yang sama
terjadi lagi di India. Kali ini kecurangan dilakukan oleh Satyam bersama Pricewaterhouse
Coopers (PWC) sebagai auditor independennya yang disusul dengan disanksinya KAP
itu. Banyak orang yang menyamakan kasus Satyam ini sama dengan kasus Enron
sehingga kasus ini terkenal dengan nama Enron India.
Dalam
skala makro sosial, dapat kita cermati bahwa praktik sosial yang sedang
berlangsung saat itu menggambarkan kebobrokan moral dalam segala dimensinya.
Bagaimana tidak, kebobrokan moral itu sudah menjelma dan membudaya yang
berlangsung sangat masif di kalangan pelaku busines. Dalam skala internasional,
peristiwa Enron yang terjadi berulang di India telah menunjukkan lemahnya moralitas
di kalangan profesional terutama auditor.
Ibarat
sebuah film, auditor dalam kasus tersebut selalu menjadi aktor utama dari
berbagai skandal. Jika skandal Satyam di-film-kan, alur ceritanya akan sama
dengan Enron. Ada pimpinan tertinggi yang suka mengatur target laba dan kinerja
bawahannya. Dia ibarat seorang raja dan bertindak feodal. Rekan-rekan dan
stafnya takut kepadanya. Mereka juga merupakan pengikut setia yang ikut
menikmati dan kebagian hasil curian. Ia rakus. Kerakusannya dibiayai dari
kecurangan di perusahaannya sendiri. Jika apa yang dia tetapkan tidak berhasil
atau tidak tercapai, ia melakukan manipulasi laporan keuangan.
Itulah
gambaran kasus Satyam yang sesungguhnya. Dalam dunia akademik, skandal ini
menjadi titik tolak untuk mengkaji secara luas dan mendalam dari berbagai aspek
yang berkaitan dengan praktik profesional auditor. Etika sebagai media pengkritisan
atas moral adalah salah satu aspek yang diminati. Sesuatu yang mendasar dalam
praktik busines dan praktik profesional auditor adalah terabaikannya etika
profesi. Oleh karena itu melalui artikel kali ini penulis akan membahas dan
menganalisis kasus Satyam dari perspektif etika profesi dan tanggungjawab
profesi.
II.
Profil
Singkat
Didirikan pada
tahun 1987 oleh Ramalinga Raju dan berkantor pusat di Hyberabad, India, Satyam
Computer Service, Ltd telah menjadi sebuah perusahaan outsourcing India ternama yang melayani lebih dari sepertiga
perusahaan-perusahaan yang masuk kategori Fortune
500. Perusahaan ini bergerak dalam industri teknoloji informasi, layanan back office business, dan piranti lunak komputer serta memberikan jasa
pendukung mulai dari penanganan sistem komputer sampai dengan jasa layanan
pelanggan. Berbagai jenis perusahaan yang menjadi pelanggannya yaitu perusahaan
di bidang manufaktur, perbankan, perawatan kesehatan, dan perusahaan media
terbesar dunia dengan beberapa klien ternama seperti General Electric Motors,
Nestle, dan Pemerintah Amerika Serikat.
Satyam terdaftar
di Bombay Stock Exchange pada tahun 1991 dan sejak saat itu perusahaan ini
berkembang pesat dalam kurun waktu 1991 s.d 2000-an. Satyam juga terdaftar di
New York Exchange pada tahun 2001 dan di Euronext sejak tahun 2008.
Perusahaan-perusahaan di seluruh dunia pun mulai melirik Satyam untuk mencari
solusi teknoloji informasi yang kemudian menjadikan Satyam sebagai perusahaan outsourcing dunia yang menduduki peringkat
keempat setelah Infosys, TCS, dan Wipro.
Satyam
diperkirakan memiliki 53.000 karyawan yang tersebar di berbagai pusat
pengembangan TI-nya di negara-negara Asia, Amerika, Eropa, dan Australia.
Satyam juga telah menjadi rekanan dari 654 perusahaan global dan 185 perusahaan
Fortune 500. Saat ini Satyam telah merjer dengan Tech Mahindra dan berganti
nama menjadi Mahindra Satyam.
III.
Ringkasan
Kasus
Kasus
ini merupakan kasus manipulasi laporan keuangan yang tergolong kecurangan (fraud) yang dilakukan oleh Satyam atas
laporan keuangannya yang diaudit oleh auditor PWC. Kasus penipuan ini
diperkirakan telah terjadi dalam kurun waktu 6 tahun berturut-turut dan baru
terkuak pada tahun 2009. Berikut ringkasan kasusnya.
Pada
bulan Maret 2008, Satyam melaporkan kenaikan pendapatan sebesar 46,3% atau menjadi
2,1 milyar dolar AS. Saat itu PWC telah menjadi auditor independen dari Satyam
dan telah mengaudit laporan keuangan Satyam 6 tahun berturut-turut.
Pada
bulan Oktober 2008, Satyam menyatakan bahwa pendapatannya akan mengalami
peningkatan sebesar 19 s/d 21% atau akan menjadi 2,59 milyar dolar AS di bulan
Maret 2009. Melihat reputasi pada kuartal terakhir tahun 2008 ini, Satyam
dinobatkan sebagai perusahaan raksasa TI terbesar ke-4 di India.
Pada
7 Januari 2009, secara tiba-tiba Ramalinga Raju selaku chairman dan co-founder Satyam
meletakkan jabatannya dan membuat pengakuan mengejutkan bahwa saldo kas dan
bank sebesar 50,4 milyar Rupee atau setara dengan 1,04 milyar Dollar AS
sebenarnya fiktif dan pendapatan untuk kuartal tersebut sebenarnya 20% lebih
rendah dari 27 milyar rupee yang
dilaporkan. Sedangkan operating margin
hanyalah bagian yang sangat kecil dari jumlah yang dilaporkan.
Pasa
10 Januari 2009, harga saham Satyam jatuh lebih dari 70 persen menjadi11,5 Rupee
atau hanya senilai 2 persen dari harga saham tertingginya di tahun 2008 sebesar
544 Rupee.
Pada
14 Januari 2009, auditor Satyam mengumumkan bahwa selama 8 tahun terakhir
laporan auditnya berpotensi tidak akurat dan tidak reliable karena hanya dilakukan berdasarkan informasi yang
diperoleh dari manajemen Satyam.
Pada
30 Januari 2009, auditor PWC ditangkap bersamaan dengan petinggi Satyam dan
dituntut di pengadilan dengan tuduhan manipulasi laporan keuangan.
Pada
akhirnya 5 April 2011, PWC menerima sanksi dari SEC dan PCAOB dan pengadilan
Manhattan berupa larangan berpraktik dan denda. Hukuman itu dijatuhkan kepada 5
afiliasi PWC di India yang sebelumnya menjadi auditor independen Satyam.
IV.
Identifikasi
Masalah
Selama
bertahun-tahun Satyam memanipulasi laporan posisi keuangan dan laporan laba
ruginya, pengakuan chairman dan co-founder Satyam yang diumumkan sehari
sebelumnya, telah menggemparkan pasar modal India dan menimbulkan gejolak dalam
industri outsourcing jasa komputer. Oleh
karena itu maka yang menjadi permasalahan dalam kasus ini adalah:
1.
Apa yang menjadi
penyebab terjadinya kasus Satyam dan bagaimana dampaknya terhadap lingkungan
auditing?
2.
Mengapa auditor PWC tidak dapat mendeteksi manipulasi
laporan keuangan Satyam sebelum Raju sendiri yang mengungkapkannya?
V.
Analisis
Kasus
Analisis berikut untuk
menjawab permasalahan kasus yang pertama yaitu analisis penyebab dan dampak dari kasus Satyam. Sedangkan analisis selanjutnya untuk menjawab permasalahan kedua. Jawaban analisis permasalahan kedua ini terbagi
dua perspektif yaitu analisis dari perspektif auditor dan koda etiknya serta analisis dari perspektif hukum. Berikut
penjelasan masing-masing analisis.
5.1. Analisis penyebab dan dampak terjadinya
kasus
Menurut
penulis, terdapat dua penyebab terjadinya kecurangan di Satyam yaitu persekongkolan
dan benturan kepentingan. Persekongkolan terjadi antara auditor PWC dengan
manajemen Satyam yaitu Raju dengan melakukan window dressing akuntansi Satyam. Hal ini berdasarkan hasil
investigasi kepolisian India. Polisi menuduh bahwa auditor gagal melaksanakan
tugas mereka. Persekongkolan yang dilakukan Satyam menurut banyak informasi
dipicu oleh keinginan Ramalinga Raju untuk mendapatkan izin perolehan dana dari
bank untuk melakukan ekspansi Satyam di beberapa perusahaan yang ditargetkan.
Persekongkolan
diwujudkan dalam bentuk akuisisi Maytas dengan jumlah investasi sebesar 1,6
milyar Rupee. Perusahaan ini diketahui milik keluarga Raju sehingga controlling shareholder atas perusahaan
tersebut adalah orang yang sama. Perusahaan inilah yang digunakan oleh Raju
untuk mengalihkan semua utang piutang dari Saytam yang seakan-akan terjadi
transaksi wajar padahal transaksi ini hanya untuk mengelabui. Pengakuisisian
ini ternyata merupakan modus yang dilakukan Satyam karena setelah pengakuan
Raju terdapat gap besar sejumlah 1,6 milyar Rupee yang jumlahnya sama dengan
selisih kas yang dimanipulasi Raju di Satyam. Penyalahgunaan transaksi berelasi
ini ternyata untuk menutupi dan mengalihkan kas sebanyak 1,6 milyar Rupee dari
buku Satyam ke Maytas, sehingga perbedaan nilai buku yang telah ditutupi selama
bertahun-tahun dapat ditutupi sekali lagi.
Penyebab
kedua adalah benturan kepentingan. Benturan kepentingan antara auditor PWC dan
manajemen Satyam berbentuk hubungan istimewa antara auditor dengan kliennya.
Hubungan kemitraan tersebut terjadi dalam sebuah proyek jasa IT di perusahaan
klien Satyam yaitu Idearc. Satyam menjadi pelaksana system integration business dan PWC menjadi konsultan jasanya. Pada
saat yang bersamaan PWC sedang mengaudit Satyam. Proses kerjasama antara
auditor dengan Satyam bukan tanpa disengaja. Dari hubungan kemitraan ini
menandakan bahwa keduanya memiliki hubungan busines yang erat sehingga
menyebabkan auditor PWC kehilangan independesinya. SEC pada prinsipnya melarang
kemitraan semacam ini, bahkan standar audit di India juga melarang hal yang
sama. Ini merupakan indikasi yang jelas bahwa PWC memiliki benturan kepentingan
yang memungkinkan mereka membantu Satyam dalam menyiasati kecurangan dalam pelaporan
keuangannya.
Benturan
kepentingan ini tidak hanya berhenti pada bentuk kemitraan saja. Bagaikan bola
salju, akibat hubungan busines terlarang dalam profesi ini justru menimbulkan
problem baru. Diketahui bahwa perbandingan fee audit dari Satyam ke PWC relatif
jauh lebih besar dibandingkan dengan usaha sejenis Satyam dalam pembayaran
kepada auditornya. Sebagai perbandingan pada tahun 2008 saja, fee audit yang
dibayarkan Satyam kepada PWC jauh lebih besar sebesar $0,9 juta dibanding
dengan fee audit yang dibayarkan Wipro dan Infosys kepada PWC yang juga menjadi
klien PWC yaitu masing-masing hanya sebesar $0,2 juta dan $0,1 juta. Sudah bisa dibayangkan, auditor PWC bukan lagi
anjing pelacak tapi akan menjadi “anjing budak yang bekerja untuk majikannya dengan
bermodalkan tulang”. Ini menambah dugaan kuat bahwa keterlibatan auditor PWC
sarat dengan benturan kepentingan.
Dampak
atas terjadinya kasus Satyam terhadap lingkungan auditing muncul beberapa bulan
terakhir. Jumlah dan lingkup manipulasi menjadi tanda tanya terhadap kemampuan
pengawasan oleh regulator India dan di tempat lain. Skandal yang diungkapkan
Raju, mempertanyakan standar akuntansi di India secara keseluruhan bahwa
perusahaan lain yang sejenis pasti telah melakukan perbuatan yang sama.
Lingkungan auditing kemudian tercoreng dan peristiwa manipulasi ini menjadi
momok yang berbahaya yang telah meragukan sistem governance di India. Siapa lagi yang bisa dipercaya kalau seorang chairman sendiri sudah mengatakan bahwa
asetnya fiktif. Bulan berikutnya, Satyam juga mendapat sorotan dari industri
TI-nya dengan keluarnya larangan Satyam untuk mengikuti kontrak pengadaan jasa
oleh World Bank dan hampir semua klien Satyam mengancam akan mengakhiri
berbusines dengan Satyam. Saham Satyam anjlok lebih dari 70 persen. Oh Satyam.
5.2. Analisis dari perspektif auditor dan koda
etiknya
Auditor
PWC tidak menjalankan tanggungjawab profesionalnya sebagai seorang auditor
karena PWC dianggap tidak melakukan audit yang memadai atas laporan keuangan
Satyam sehingga menyebabkan penyelewengan yang dasyat bagi keuangan dan
akuntansi yang tidak terdeteksi selama bertahun-tahun. Sebagai auditor yang
profesional, seharusnya PWC yang melayani klien Satyam dapat memberikan jasa
audit profesional sebaik mungkin sesuai dengan koda etik dan peraturan yang
berlaku. Seorang auditor profesional seharusnya dapat memberikan jasa audit
yang komprehensif sehingga hasil audit yang tertuang dalam opini yang diberikan
dapat dipertangungjawabkan dan dapat digunakan seoptimal mungkin bagi pembuatan
keputusan oleh Satyam.
Pelaporan
keuangan yang salah yang dilakukan oleh Satyam sebenarnya sudah terjadi
beberapa tahun sebelum kasus ini terungkap. Menurut penulis, kasus ini
sebenarnya mudah saja diungkap tanpa harus diumumkan oleh Raju sendiri, apabila
proses dan prosedur audit dijalankan dengan benar. Menurut penulis, manipulasi
bisa terjadi karena auditor tidak menjalan tugas sesuai fungsinya. Secara
logika seorang auditor seharusnya melakukan pengujian, meneliti atas setiap
verifikasi agar mendapatkan bukti untuk setiap asersi yang dilaporkan Satyam.
Tetapi hal ini sengaja dibiarkan terjadi. Auditor PWC tidak pernah
memverifikasi dengan benar tentang cash
dan balance, sengaja membiarkan
faktu-faktur palsu, dan tidak pernah melaporkan hasil pekerjaan audit kepada
komite audit atas kecurangan yang sudah ditemukan untuk ditindaklanjuti.
Mustahil auditor PWC tidak menemukan kecurangan yang dilakukan oleh Raju. Hal
ini disebabkan kemungkinan besar karena perencanan audit pasti didasarkan atas
permintaan Raju sendiri dan bukan dirancang oleh auditor sehingga bukti temuan
audit yang signifikan sengaja dibiarkan dan ditutupi oleh auditor.
PWC
dalam kasus ini cenderung menunjukkan sikap toleransi terhadap
kesalahan-kesalahan Satyam yang berimplikasi pada tidak independensinya auditor
PWC dalam melakukan audit. Ini berarti PWC tidak memiliki kompetensi memadai
karena turut menyembunyikan dan tidak mengungkapkan kesalahan Satyam. Perbuatan
ini menjelaskan bahwa PWC tidak memberikan jasa audit dengan prinsip
kehati-hatian. Menurut penulis, kompetensi disini bukan hanya berarti bahwa
dalam memberikan jasa audit, auditor harus memiliki pengetahuan, wawasan, dan
kompetensi yang memadai, tetapi juga bersikap rasional atas setiap tindakan
yang akan memiliki dampak kepada klien dan pengguna laporan keuangan yang telah
diaudit. Oleh karena itu auditor juga harus mempertimbangkan setiap risiko yang
harus dihadapi dan akan terjadi ketika auditor mengeluarkan suatu opini
mengenai kondisi kewajaran kliennya. Dalam kasus ini seharusnya PWC,
berdasarkan prinsip kehati-hatian, telah mempertimbangkan segala risiko yang
dapat terjadi dan tindakan memberikan opini yang tidak sesuai dengan kondisi
Satyam, namun PWC tidak melakukannya. Sungguh ironi memang.
Oleh
karena itu jawaban atas pertanyaan permasalahan mengapa auditor PWC tidak dapat
mendeteksi laporan keuangan? Jawabannya sangat sederhana. Auditor PWC tidak
melaksanakan audit berdasarkan standar audit yang berlaku dan tidak pernah
menilai dan merespon risiko dengan baik. Untuk menemukan fraud, auditor PWC melaksanakan standar ini harus dibarengi dengan
ketaatan terhadap koda etik profesi. Ketaatan terhadap koda etik profesi bukan
hanya pada bentuk luarnya saja tetapi terutama semangatnya dan bukan pada
penampilan semata.
5.3. Analisis dari perspektif hukum
Dari
perspektif hukum, kasus yang terjadi di Satyam adalah kegagalan auditor dalam
menjalankan kewajiban hukumnya. Kegagalan ini sering disebut sebagai criminal negligence karena diinvestigasi
berdasarkan undang-undang akuntan di India yang memerinci berbagai perbuatan
yang dapat dimaknai sebagai pelanggaran atau kejahatan, tanpa menentukan sanksi
hukumnya. Hasil investigasi kepolisian India kemudian menetapkan 2 orang
auditor PWC menjadi tersangka yaitu S. Gopalakrishnan dan Srinivas Talluri,
dengan tuduhan melakukan kecurangan akuntansi secara besar-besaran. Bersama
auditornya, petinggi Satyam Ramalinga Raju, Vadlamani Srinivas, G. Ramakrishna,
D. Venkatapati Raju, Srisailam Chetkuru, Rama Raju, dan B. Suryanarayana Raju
juga menjadi tersangka.
Berdasarkan
undang-undang akuntan di India, perbuatan PWC dan Satyam disebutkan telah
melanggar tidak kurang dari 14 undang-undang berkenan dengan kasus Satyam.
Mengingat banyaknya aturan yang dilanggar, maka berdasarkan undang-undang
tersebut menegaskan bahwa kasus Satyam bukan merupakan pelanggaran etika tetapi
murni pidana. Terdapat beberapa hasil putusan dan sanksi yang diberikan oleh
berbagai lembaga di India maupun di luar India, yaitu:
1)
Organisasi profesi akuntan di India (ICAI) menjatuhkan
sanksi terberat berupa larangan berpraktik seumur hidup dan denda 500.000 Rupee
(setara dengan 10.000 dollar Amerika).
2)
Investasi terhadap Satyam dan PWC juga dilakukan oleh
SEC dan PCAOB di Amerika. SEC mendenda 5 KAP di bawah afiliasi PWC di India
sebesar 6 juta dollar Amerika. Sementara PCAOB melarang dua auditor PWC menjadi
pihak yang berkaitan dengan suatu kantor akuntan yang terdaftar di SEC.
3)
PWC diwajibkan membayar penyelesaian tuntutan pemegang
saham di bawah pengadilan Manhattan sebesar 25,5 juta dollar Amerika.
Hasil
investigasi SEC tersebut mengindikasikan bahwa kegagalan audit yang dilakukan
PWC India bukan semata-mata terjadi pada audit Satyam, tetapi merupakan
indikasi kegagalan pengendalian mutu KAP yang lebih besar di seluruh PWC India.
Meminjam istilahnya Tuanakota, menurut
penulis PWC India layak dikategorikan telah melanggar kewajiban yang paling
fundamental sebagai “anjing pelacak” setelah gagal melaksanakan standar dan
prosedur yang paling sederhana ketika melakukan audit Satyam.
Penyelesaian
oleh autoritas setempat mewajibkan supaya afiliasi PWC India menyelesaikan
tuntutan SEC untuk membayar denda sebesar $6 juta dollar yang merupakan jumlah
denda terbesar yang dijatuhkan kepada KAP asing dalam rangka penegakan hukum
oleh SEC. Selain itu PWC India juga dilarang menerima klien selama 6 bulan dan
sanksi lainnya berupa kewajiban mengikuti pelatihan.
VI.
Simpulan
Dengan terjadinya
kasus Satyam, auditor PWC sebenarnya tidak bisa disebut sebagai orang yang
bukan profesional. Auditor PWC adalah orang yang profesional hanya saja ia melakukan
kesalahan berkelompok yang bisa dikategorikan sebagai “tuna etika”. Hal ini karena dia mempunyai pemahaman teknis yang
memadai, menyadari sepenuhnya masalah audit, motifnya sangat terang benderang,
tetapi dia sangat lihai melihat masalah audit yang bernilai jual tinggi dan
kemudian merealisasikan nilai jual itu dengan cara yang aman. Profesionalisma
yang dibangga-banggakan itu pun berakhir dengan pidana.
Banyak sekali
kekurangan audit yang masif dan berlatar belakang pelanggaran koda etik. Tidak
jarang pelanggaran koda etik ini dilakukan berulang-ulang. Kesalahan yang sama
dapat bersifat pervasif yang mengindikasikan bahwa budaya KAP yang berkaitan
dengan kompensasi khususnya kompensasi partnernya. Dalam kasus PWC dan Satyam,
budaya KAP dari PWC bisa pervasif di hampir seluruh jaringannya, atau
terisolasi di beberapa negara termasuk di India.
Kelemahan audit
atas laporan keuangan yang diungkapkan oleh autoritas yang berwenang
menyimpulkan bahwa dalam melaksanakan standar dan prosedur audit yang paling
elementer adalah proses permintaan konfirmasi saldo bank. Dalam kasus Satyam
ini auditor PWC tidak menggunakan professional
skepticism dan professional judgement
yang semestinya dalam audit ini sehingga saldo akun dalam laporan keuangan
mudah dimainkan begitu saja oleh manajemen tanpa terdeteksi.
Kasus Satyam dan
PWC ini bisa diambil menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya memulihkan
kembali public trust terhadap mata
rantai penyedia pelaporan korporasi. Segera lakukan perubahan dari tradisi yang
hanya mengandalkan sanksi dimana profesi akuntansi hanya mengatur dirinya
sendiri tetapi harus berorientasi ke berbagai sanksi yang dijatuhkan oleh
pengadilan (pidana dan perdata dengan sanksi kurungannya), regulator (SEC
dengan sanksi administratifnya), lembaga pengawas lainnya (PCAOB dengan sanksi
administratifnya). Dengan demikian adanya skandal Satyam ini akan menambah
wawasan kita sebab skandal-skandal besar masih akan ada di kemudian hari. Ketamakan,
keserakahan telah menembus segala waktu dan tempat. Goodbye Satyam. Sampai jumpa PWC di skandal berikutnya.
Referensi
Agoes,
Sukrisno., Ardana, I Cenik. (2009). Etika Bisnis dan Profesi, Tantangan Membangun Manusia
Seutuhnya. Jakarta : Salemba Empat.
Boynton,
William C., Johnson, Raymond N., Kell, Walter G. (2001). Modern
Auditing (7thed). John Wiley & Sons, Inc.
Tuanakota,
Theodorus M. (2013). Mendeteksi
Manipulasi Laporan Keuangan. Jakarta : Salemba Empat.
www.scribd.com, diakses 09 Agustus 2017.
www.wikipedia.com, diakses 10 Agustus 2017.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar